Dampak Perilaku Bullying Terhadap Kehidupan Sosial Siswa

Dampak Perilaku Bullying Terhadap Kehidupan Sosial Siswa. -- Peserta didik (anak usia sekolah dasar) merupakan generasi penerus bangsa yang akan terus mengalami tumbuh dan kembang. Untuk dapat mencapai tahap tumbuh dan kembang secara optimal, maka diperlukan suatu wadah yang dinamakan dengan pendidikan.

Melalui pendidikan ini, perkembangan dan pertumbuhan peserta didik akan lebih terarah sesuai dengan tingkat psikologisnya. Maka dari itu, sudah barang tentu bagi pemerintah Indonesia untuk menyediakan lembaga pendidikan yang memadai bagi warganya agar kelak para peserta didik tersebut dapat menjadi generasi yang benarbenar berkompeten dan mampu meneruskan cita-cita para pendiri bangsa di tengah persaingan global.

Namun demikian, dalam perkembangannya dewasa ini beberapa lembaga pendidikan (sekolah) tidak lagi menjadi tempat yang nyaman bagi peserta didik. Banyak terjadi kasus-kasus kekerasan yang melibatkan peserta didik. Adapun kekerasan yang terjadi tidak hanya secara fisik, tetapi juga secara verbal, yang dampaknya dapat dirasakan secara psikis atau mental.

Kekerasan-kekerasan semacam itu atau biasa disebut bullying harus segera mendapat perhatian khusus. Dikhawatirkan jika bullying dianggap remeh dan dibiarkan begitu saja, maka dapat mengganggu tumbuh dan kembang korban yang pada akhirnya berdampak terhadap kehidupan sosialnya. Menurut Craig dan Pepler dalam Murtie (2014:19), bullying dikatakan sebagai tindakan negatif secara verbal maupun fisik yang dilakukan pelaku terhadap korbannya dengan menunjukkan sikap permusuhan.

Kelompok peduli karakter anak atau PEKA (2014:19) mengemukakan bullying sebagai agresi yang dilakukan seseorang dengan tujuan menyakiti orang lain. Hal tersebut sejalan dengan yang dikemukakan Rigby dalam Murtie (2014:18), jika bullying dikatakan sebagai suatu hasrat yang dimiliki seseorang untuk menyakiti korbannya.

Dengan demikian, bullying merupakan hasrat berupa tindakan kekerasan (fisik dan verbal) yang dilakukan seseorang untuk menyakiti korbannya. Selama rentang waktu 2011 sampai dengan September 2017, KPAI telah menerima 26 ribu aduan yang 34% di antaranya merupakan kasus bullying (http://www.kpai.go.id).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis terhadap beberapa guru dan peserta didik di Kecamatan Driyorejo Kabupaten Gresik, penulis mendapati beberapa kasus bullying. Beberapa narasumber mengaku pernah melihat, bahkan menjadi pelaku bullying. Perilaku bullying tersebut di antaranya membentak, mengolok-olok, bahkan yang terparah adalah sampai melakukan kekerasan fisik (pemukulan).

Kondisi tersebut tentunya membuat semua pihak prihatin. Adapun beberapa faktor yang diyakini dapat menjadi pemicu tindakan bullying tersebut. Murtie (2014:44-45)  mengemukakansedikitnya terdapat tiga penyebab terjadinya perilaku bullying. Pertama adalah kecenderungan pelaku untuk melakukan bullying.

Tidak akan terdapat korban tanpa adanya pelaku, maksudnya di sini adalah perilaku bullying tidak terlepas dari pelaku yang memang ingin melakukan tindakan kekerasan pada calon korbannya. Pada umumnya, pelaku bullying ini cenderung memiliki masalah, seperti masalah dengan keluarga, atau dari sisi emosi dan pengendalian dirinya yang merasakan kepuasan jika sudah melakukan bullying kepada korban.

Kedua adalah kecenderungan korban untuk di-bullying. Perilaku bullying tidak akan pernah terjadi tanpa adanya korban yang akan dibullying. Setiap individu adalah unik. Dengan berbagai perbedaan yang dimiliki individu, baik itu bentuk fisik, sikap, dan lainnya.

Perbedaan inilah yang kadangkala tidak disukai oleh beberapa individu lain, yang pada akhirnya akan memicu terjadinya tindakan bullying terhadap individu yang tidak disukai tersebut. Apalagi jika pelaku bullying mengetahui karakteristik respon korban yang akan di-bullying, seperti gugup, menangis, bahkan sampai berteriak keras-keras.

Para pelaku akan merasakan kepuasan tersendiri. Ketiga adalah situasi yang memungkinkan terjadinya bullying. Meskipun terdapat pelaku dan korban yang akan di-bullying, hal tersebut tidak akan pernah terjadi jika situasi dan kondisi tidak memungkinkan terjadinya situasi bullying. Misalnya, ketika di sekolah dibuat sebuah regulasi atau aturanaturan jelas yang melarang segala macam bentuk tindakan bullying, maka tindakan bullying tersebut bisa dihindari atau bahkan tidak akan pernah terjadi sama sekali. Aturan tersebut juga harus ditambah dengan pemberian sanksi bagi para pelaku bullying agar dapat memberikan efek jera. Selain itu juga harus dilakukan pengawasan di lingkungan sekolah oleh pihak sekolah.

Espalage dan Swearer (2004) mengemukakan jika bullying dapat dihindari apabila suatu  sistem di tempat terjadinya bullying tersebut memberikan hukuman kepada pelaku setiap tindakan bullying muncul. Lebih lanjut, Espalage dan Swearer (2004) mengemukakan jika harus ada suatu program yang berfokus pada sistem sosial agar bullying dapat dihindari.

Hal tersebut dikarenakan tindakan bullying merupakan interaksi antar dua pihak (pelaku dan korban), maka dari itu sistem sosial atau pola hubungan interaksi yang melibatkan pelaku dan korban harus diubah sedemikian rupa untuk menghindari tindakan yang dapat memicu bullying

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Dampak Perilaku Bullying Terhadap Kehidupan Sosial Siswa"

Post a Comment