Kisah Nyata, Game Mobile Legends Pencabut Nyawa, Sahabatku Sayangku

Kisah Nyata, Game Mobile Legends Pencabut Nyawa, Sahabatku Sayangku


Sahabatku Sayang, Sahabatku Malang

Namaku Alif, Usiaku 13 tahun kelas tujuh SMP. Sahabatku bernama Kak Fahmi, kupanggil Kak, karena memang usianya dua tahun lebih tua dariku, Kak Fahmi sudah kelas Sembilan SMP.

"Lif, nanti bakda maghrib jangan lupa ya, kita ada rapat di Bank Sampah. Jadi kita harus datang lebih awal. Karena harus menyiapkan materi yang mau dibahas ketua panitia." 

"Iya Kak, saya sudah siapkan yang Kakak perintahkan, kemarin." jawabku

Laki-laki di kampung kami di wajibkan ikut kegiatan yang ada didusun kecil tempat kelahiranku.
Dimulai dari usia anak-anak, remaja sampai yang dewasa bahkan sudah lanjut usia. Banyak yang berkontribusi untuk mengembangkan Bank Sampah di Kampungku. Tujuanya yaitu untuk menumbuhkan jiwa sosialisasi terhadap masyarakat yang kurang mampu.

Setiap rumah yang menyetorkan sampah dianggap sedekah, sampah yang dimaksudkan meliputi, botol-botol bekas maupun kertas karton bekas. Setelah terkumpul banyak lalu dijual, hasil penjualan di bagikan ke janda-janda tua juga anak yatim..

Tak hanya itu. Setiap bakda shubuh, para remaja masjid di wajibkan untuk selalu istiqomah bertilawah Alqur'an. Kami begitu menikmati hari-hari kami yang begitu menggembirakan. Tak terkecuali Kak Fahmi, orang yang begitu kukagumi. Meski usianya yang masih dikatakan remaja kecil. Tapi ketekunanya dalam kegiatan Masjid, tak pernah Ia abaikan.

Ibadah Kak Fahmi begitu sempurna, saat usianya yang baru menginjak baliqh, tak hanya shalat lima waktu, shalat sunnah pun tak pernah Ia tinggalkan. Ibadah puasa sunnah pun Ia jalani. Kak Fahmi anak yang shaleh juga penurut sama orang tuanya.

Setiap hari teman bermainku hanya Kak Fahmi, karena memang hanya Dia yang telaten berbicara denganku. Karena aku terlahir dengan IQ dibawah rata-rata, setiap tindak tanduknya selalu ku ikuti. Kuanggap Kak Fahmi pantas menjadi panutan buatku, di Rumahku tiada orang yang bisa menjadi tauladan buatku. Ayahku sudah lama wafat, semenjak aku masih kelas dua sekolah dasar.

Ada satu lagi rutinitas yang kulakukan setiap usai bertilawah Alqu'ran, rumah kami yang berdekatan dengan rel Kereta Api, membuat kebanyakan orang-orang dikampungku menghabiskan waktu jalan-jalan disana, menunggu pagi tiba.

"Kak, kita hari ini mau jalan kearah mana , barat apa timur?" tanyaku pada Kak Fahmi, saat kulihat Ia usai bertilawah.

"Kemarin ke timur, berarti sekarang ke barat ya lif."
"Okey." jawabku penuh semangat.

Seperti biasa, sambil menunggu pagi datang kami duduk-duduk di Rel. Sembari bermain game, kami juga selalu bercanda ria. Kulihat ayah kak Fahmi juga ikut jalan-jalan di pinggiran Rel.

Matahari sudah menampakkan sinarnya, meski belum sempurna. Hari sudah mulai terang. Ayahnya mengajak kami untuk segera pulang.

"Anak-anak, ayo pulang. Kalian kan mau sekolah."
Ajaknya.

"Ayah lupa ya. Hari ini kan hari Ahad." jawab Kak Fahmi, tanpa melihat kearah ayahnya dan masih asik memainkan gadgetnya.

"Yaudah, Ayah pulang duluan. Jangan siang-siang ya pulangnya." 

"Baik yah." jawab Kak Fahmi
"Siap Om." sambungku 

Makin siang, kami larut dalam ke asyikan bermain game. 

Sekitar pukul 07.00

Puuuuum ... puuuum ... puuuum 
suara bel Kereta Api mengagetkanku. 
Karena kami sedang duduk pas ditengah rel kereta.

"Kak, ayo minggir, ada kereta mau lewat." perintahku.

"Ah, masih jauh." tukasnya.
Lagi-lagi Kak Fahmi menjawab tanpa melihat lawan bicaranya.

Kereta yang makin mendekat tak ayal membuatku ketakutan.

"Ayo Kak, minggiiiiirrr!" 
Tapi Kak Fahmi tetap tak bergeming.
Aku segera berlari, saat Kak Fahmi berdiri. Kaki nya beranjak selangkah.

Bruuaakk, tubuh Kak Fahmi terpental kebebatuan karena terserempet kereta. Aku juga terpental terkena angin kencangnya kereta yang melintas didepanku. Kulihat darah segar mengucur deras dari kepala Kak Fahmi.

Aku teriak-teriak ketakutan. Karena memang disana tak ada orang lain selain kami berdua. Aku berlari melewati tanah persawahan, terjungkal masuk kelumpur sambil menangis, mendekati perkampungan orang-orang melihatku segera mengerumuniku. Yang keluar dari mulutku hanya 
Kak Fahmi, Kak Fahmi itu saja. 

Hingga ayah Kak Fahmi menghampiriku. 
"Kenapa dengan Fahmi, mana dia sekarang?" tanyanya cemas. 

Aku menunjuk kearah rel. 
"Kak Fahmi tertabrak kereta, disana."

Seketika itu Ayah Kak Fahmi berlari sekencang-kencang nya menuju arah Rel. Disusul dengan warga yang mengerumuniku. Aku tertatih kembali pergi ke rel kereta. Sambil membayangkan kemungkinan buruk yang menimpa sahabatku itu.

Sesampai di sisi rel, kumendengar ayah Kak Fahmi menangis meraung raung, menyaksikan anaknya yang tak lagi bernyawa.

Selamat jalan Kak Fahmi, semoga engkau husnul khotimah. Aamiin.

TAMAT.

Penulis : Nurul Hidayati
https://www.facebook.com/ummubarizi.baihaqi

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kisah Nyata, Game Mobile Legends Pencabut Nyawa, Sahabatku Sayangku"

Post a Comment