Aku Bukan Pembantu Tetapi Tamu

Aku Bukan Pembantu Tetapi Tamu. -- Aku adalah anak semata wayang. Ibu sering memanjakanku. Tetapi aku anak yang suka bekerja. "Kamu istirahat dulu, baru pulang sekolah dah bersih-bersih rumah," kata ibu suatu saat. 

Aku memang terbiasa mengerjakan apa saja yang ingin aku kerjakan. Seperti memindahkan meja belajar dan lemari ke posisi baru. Jika awalnya berada di sebelah kanan, bisa saja aku akan memindahkannya ke sebelah kiri. Aku suka suasana baru. 

Hanya ibu yang selalu mencemaskanku. Ibu takut aku kelelahan, sakit, atau terlambat makan. Jika aku sudah banyak bekerja maka ibu akan buatkan susu dan selalu menghidangkan makanan favoritku.

Aku sering bilang agar ibu tidak usah sibuk memasak gara-gara aku hanya kerja kecil-kecilan di rumah. Kecuali ibu memasak denganku. Itu baru aku suka. Tetapi ibu tidak mau. Jika aku mulai sibuk, ibu juga tidak kalah menyibukkan diri di dapur menyiapkan jus dan nasi goreng kesukaanku. Masakan ibu memang tiada duanya. Tidak ada yang bisa menandingi ibu dalam memasak. Masakan yang enak dan selalu dirindukan. 

Sekarang aku sudah kelas 1 SMA. Paman adek ibu pulang kampung. Beliau mengajakku pergi berlibur ke rumahnya. Rumahnya yang ada di pusat kota tidak jauh dari kampung kami. Kira-kira dua jam perjalanan, kamipun sampai di rumahnya. 

Awalnya aku agak berat hati menerima ajakan beliau. Karena aku lebih senang di rumah bersama ibu. Namun, ibu memaksaku. "Pergilah main-main tempat pamanmu, agak tiga atau 4 hari," kata ibu. Akhirnya aku pergi dan meninggalkan ibu sementara waktu. 

Paman bekerja sebagai kontraktor. Pergi pagi dan pulang sore bahkan Maghrib. Asisten rumah tangga paman yang biasa bekerja di rumahnya izin pulang kampung menghadiri pesta pernikahan adiknya. Dia baru saja sampai tidak lama aku dan paman datang dari kampung. 

Tante istri paman adalah pengusaha di butik yang ia kelola dengan beberapa pegawainya. Beliaupun pergi pagi dan pulang terkadang sore atau sama dengan paman. 

Karena hari pertama libur tante mengajakku pergi ke butiknya setengah hari dan setelah itu akupun disuruh pulang. "Kamu pulang nggih, agar bisa istirahat, besok insyaallah kita keliling-keliling kota sekedar untuk lihat-lihat ya," kata tante menyenangkan hatiku. Sebenarnya aku tidak mau pulang, senang juga tinggal di butik, jika ada pembeli aku suka melayaninya. Tetapi tante takut aku kelelahan dan sopirnya sudah siap sedia mengantarkanku pulang.

Baca Juga : Bencana Alam Banjir yang Banyak Sekali Memberikan Kerugian

Sampai di rumah, aku lihat-lihat dan membantu sedikit-sedikit pekerjaan asisten rumah tangga paman. Kasihan juga dia kerja sendiri setelah pekerjaan mencucinya menumpuk selama tiga hari.

 "Mbak, aku angkatkan kain jemuran ini ya," kataku kepadanya. 

Dengan berat hati dan merasa segan akhirnya dia mengizinkanku. Satu, dua, tiga keranjang telah kuangkat. Dia yang awalnya menyetrika baju, berhenti untuk makan.

"Kak makan dulu ya," katanya berbasa basi kepadaku. Aku segera mengiyakan. 

Tidak lama setelah dia makan. Diapun bersuara dari ruang makan. "Kak saya mau beres-beres rumah dulu dan jika berkenan boleh diangsur menyetrikanya ya," katanya tanpa sungkan. 

Awalnya aku nurut saja karena memang aku suka bekerja. 

Dua keranjang selesai ku setrika, itu berati tinggal 1 keranjang lagi yang harus diselesaikan. Berhubung adzan ashar telah datang akupun menghentikannya dan berharap dia melanjutkannya lagi. 

Aku berdiri dan baru saja akan melangkah, "kak belum selesai ya setrikaannya?" Katanya kepadaku dengan tangan di pinggang, dan handuk kecil di kepala. Sepertinya dia baru saja siap mandi. 

"Belum mbak, mau sholat dulu, ntar mbak aja yang lanjutkan lagi ya," kataku sembari memperbaiki bajuku yang agak kusut karena agak lama duduk. 

"Jangan gitulah mbak, anak gadis itu kerjanya harus tuntas agar nanti mudah dapat jodoh," katanya. Aku hanya tersenyum dan berlalu. Aku pikir itu hanya gurauan saja.

Setelah aku selesai sholat, ternyata dia sedang menungguku di ruang tamu. "Kak dah siap sholatnya? kira-kira satu setengah jam lagi, ibuk pulang, ayo selesaikan tugasnya," katanya menyuruhku untuk melanjutkan setrikaan. Aku merasa ada yang janggal tapi tidak apalah, itukan tidak memberatkan pikirku dalam hati. 

Akhirnya setrikaan itupun selesai tepat setengah jam sebelum tante dan paman pulang. Dia Sepertinya sangat menikmati sekali memandang hape yang ada di tangannya. 

Hari itu berlalu dengan baik dan aman-aman saja. 

Besok pagi, kira-kira jam 3.30 aku mendengar sedikit bunyi spatula dari dapur. Akupun bangun dan mendapati si mbak memasak. Sekedar ingin melihat-lihat. Si mbak dengan senyum melihat kedatanganku. 

Setelah berbasa-basi, si mbak pun mulai menyuruhku mencuci tumpukan piring bekas makan semalam. Setelah itu membuang sampah bekas masakan ke belakang. 

Setelah sarapan pagi, tante dan pamanpun berangkat. "Dzuhur nanti kamu siap-siap ya, kita akan pergi jalan-jalan," katanya sebelum pergi. Aku mengangguk dan melempar senyum sambil menyalami mereka. 

Sekarang tinggal kami berdua di rumah. Aku berencana mencuci pakaian yang beberapa helai sejak keberadaanku di sini. 

Tanpa segan si mbak itu menyuruhku mencuci pakaian kotor yang tak seberapa. "Kamu mau mencuci ya, sekalian cuci baju tante dan pamanmu yang dipakainya kemarin, tidak banyak kok, paling 4 pasang doang," katanya. 

Karena aku memang mau mencuci ya aku cucikan saja sekalian.

Tetapi sungguh aku mulai tidak nyaman dengan keadaan ini. Bukan pekerjaanya tetapi caranya padaku. 

Selesai mencuci aku berencana ingin duduk santai di depan televisi sambil baca-baca majalah yang ada di bawah meja. 

Baru saja aku mau mengambil majalah, belum sempat membaca, si mbak memanggil. "Kak, tolong cabut rumput di depan ya, saya mau masak dulu," katanya. 

Akupun akhirnya sedikit membantah. "Maaf mbak tidak bisa. Aku mau membaca ini," kataku kepadanya. 

"Selesai membaca nanti tolong aku ya kak," katanya lagi. 

Aku lanjut membaca dan tidak merespon apa yang dibilangnya. Selesai satu majalah, kucoba beranjak melihat si mbak. Ternyata dia sedang tidur-tiduran di sofa sambil melihat HaPe. Melihat aku datang dia segera bertanya, "Mau cabut rumput lagi kak? Silahkan, mulai dari samping ya," katanya sambil beranjak ke dapur. 

"Aku bukan pembantu tetapi tamu," kataku kepadanya dengan suara lembut tapi tajam makna setelah semua pekerjaan selesai kukerjakan

Minggu, 05 Januari 2020 jam 07.37 WIB by Meria Fitriwati
https://www.facebook.com/meria.fitriwati.5

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Aku Bukan Pembantu Tetapi Tamu"

Post a Comment