Konsep Pendidikan Karakter Berbasis Masyarakat

Konsep Pendidikan Karakter Berbasis Masyarakat -- Konsep Pendidikan Karakter Berbasis Masyarakat Pendidikan di Indonesia tampaknya masih fokus terhadap usaha mencetak siswa pintar. Pembelajaran belum bisa terpisah dengan mengutamakan hasil akhir belajar dengan perolehan nilai yang tinggi ataupun meraih gelar juara pada setiap ajang akademik. Hal ini tak lain disebabkan mindset atau pola berpikir para subjek yang berkaitan dengan pendidikan masih mempertahankan bahwa pendidikan adalah selalu mengenai pencapaian akademik.

Padahal, dewasa ini pemerintah Indonesia telah menggalakkan program pendidikan yang berbasis karakter, yaitu program pendidikan dengan mengutamakan nilai-nilai karakter bangsa sehingga tidak hanya mementingkan kebutuhan akademik saja. Menurut Samami dan Hariyanto, karakter berarti nilai dasar yang terdapat dalam pribadi seseorang, karakter terbentuk oleh pengaruh hereditas dan lingkungan, yang diwujudkan kepada orang lain serta diaplikasikan pada perilaku hidup sehari-hari (Samani & Hariyanto, 2012).

Dalam hal ini, lima karakter bangsa yang telah dirumuskan oleh pemerintah dan perlu untuk dikembangkan sebagai prioritas dalam pendidikan karakter. Lima karakter bangsa yang telah dirumuskan tersebut adalah; 1) religius, 2) nasionalis, 3) mandiri, 4) gotong-royong, dan 5) integritas (Firdaos, 2017). Dalam proses pembelajaran, pendidikan karakter diintregasi dalam setiap mata pelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler yakni dengan menanamkan nilai budaya di lembaga pendidikan tersebut. Oleh karenanya, pendidikan karakter dapat diinternalisasikan dalam kehidupan sehari-hari tidak hanya sebatas pada ranah kognitif.

Baca Juga:

Hubungan Kebudayaan Dengan Pembelajaran Bahasa Kedua

Peran Ilmu Dalam Pengembangan Kebudayaan 

Peran Kebudayaan Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Gerakan Nasional Pendidikan Karakter Bangsa Tahun 2010 merupakan salah satu langkah pemerintah dalam melaksanakan penguatan pendidikan karakter. Hal ini sesuai dengan maklumatkan oleh Presiden Joko Widodo terkait salah satu butir Nawacita melalui Gerakan Nasional Revolusi Mental (Hasan & Firdaos, 2017).

Hal ini juga tertuang dalam Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2017 mengenai Penguatan Pendidikan Karakter bahwa terdapat empat aspek penguatan karakter dalam Gerakan Nasional Revolusi Mental (Fernanda, 2018).

Dalam peraturan presiden tersebut telah disebutkan terdapat empat aspek penguatan karkater, pertama adalah olah hati atau etik yaitu aspek yang diharapkan dapat menjadikan seseorang mempunyai tingkat kedalaman rohani, iman, dan takwa. Kedua, olah rasa diharapkan dapat menjadikan seseorang mempunyai moral, seni, dan budaya yang terintegrasi. Ketiga, olah pikir atau literasi yakni diharapkan agar seseorang mempunyai jiwa pembelajar sepanjang hayat. Terakhir adalah olah raga atau kinestetik yaitu diharapkan agar dapat mencetak jiwa yang dapat aktif berpartisipasi sebagai warga negara (Fernanda, 2018).

Pendidikan karakter dibentuk dengan beberapa latar belakang, diantaranya yaitu: (1) revolusi industri 4.0 dengan perkembangan Teknologi Informasi di Era Revolusi Digital; (2) perubahan gaya hidup, budaya, dan sosial yang mengakibatkan adanya perubahan peradaban; (3) penempatan ilmu pengetahuan dan inovasi sebagai sumber daya strategis bagi perkembangan suatu bangsa; (4) mempunyai beberapa urgensi, diantaranya; 1) pembangunan bangsa dengan SDM yang berkualitas, 2) menghadapi degradasi moral bangsa, 3) menghadapi tantangan era global, dan 4) mempersiapkan generasi penerus bangsa yang berjiwa pancasila (Fernanda, 2018).

Grand design yang detail terhadap setiap jenjang, jalur, dan jenis pendidikan telah dikembangkan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai pembuat kebijakan pendidikan. Grand design ini berisi acuan konsep dan operasional dalam mengembangkan, melaksanakan, dan menilai progres pendidikan karakter. Oleh karenanya, dalam mewujudkan pendidikan karakter mempunyai nilai ke-efektifan maka haruslah menimbang dan menyertakan tiga basis desain dalam sistem program. Tiga desain ini yakni: 1) Desain basis kelas, 2) Desain basis kultur sekolah, dan 3) Desain basis masyarakat. Hal ini telah tercantum dalam Permendikbud No. 20 Tahun 2018 Pasal 6 Ayat 1.

Pembahasan mengenai pendidikan karakter berbasis masyarakat akan menarik untuk dikaji karena dalam rumusan tiga desain yang telah disebutkan, masyarakat menjadi faktor yang mempunyai nilai novelty dalam pembahasan ini. Adapun konsep pendidikan karakter berbasis masyarakat dapat kita pahami dengan mengetahui makna dari penguatan pendidikan karakter berbasis masyarakat yaitu penguatan pendidikan karakter yang dilaksanakan oleh satuan pendidikan dengan bantuan masyarakat guna membentuk karakter peserta didik (Fernanda, 2018).

Pendekatan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) Berbasis Masyarakat dapat dilakukan dengan berbagai cara, beberapa cara atau contoh implementasinya adalah dengan mengacu pada Permendikbud No. 20 Tahun 2018 Pasal 6 Ayat 4 yakni dengan memperkuat peranan orangtua, memberdayakan lingkungan sekolah, dan menggabungkan program PPK dengan program yang ada dalam masyarakat (Fernanda, 2018). Keberhasilan penanaman niali etika dan estetika dalam pembentukan karakter dimulai dengan pengaruh yang terdapat dalam lingkungan masyarakat.

Sikap dan cara pandang masyarakat sesuai dengan sistem dan prinsip yang dianut. Jika sistem nilai dan prinsipnya pada “ini dan saat ini”, maka ambisi dan upayanya akan terbatas pada ini dan saat ini (Shihab, 1996). Oleh karenanya, PPK berbasis masyarakat sangat penting untuk dilakukan karena sekolah dapat mewujudkan kegiatan pengembangan karakter, penyelesaian masalah yang terjadi di sekolah, dan kolaborsi dengan pihak di luar sekolah adalah dengan bantuan dan dukungan dari publik dan masyarakat (Fernanda, 2018).

Baca Juga :

Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Hukum Islam

Unsur - unsur Yang Ada Dalam Kebudayaan

Manusia Sebagai Makhluk Berbudaya

Adapun elemen masyarakat yang tergabung dalam PPK Berbasis Masyarakat dapat digolongkan ke dalam tiga golongan; 1) Orang Tua, 2) Komite Sekolah, dan 3) Masyarakat Eksternal Lingkungan Sekolah, yakni meliputi pemuka masyarakat, figur usaha dan industri, akademisi, lembaga masyarakat, lembaga pemerintahan, lembaga informasi dan media, alumni, dan lain sebagainya (Fernanda, 2018).

Berdasarkan sebuah penelitian yang menempatkan masyarakat sebagai objek penelitian, menyatakan bahwa kesuksesan program PPK akan senantiasa mendapatkan dukungan, antusiasme, dan partisipasi aktif dari masyarakat.

Namun komunikasi antara penyelenggara program PPK dengan masyarakat sendiri masih sangat kurang dan mereka menyatakan bahwa keterlibatan mereka lebih banyak dan terbatas pada urusan pembiayaan operasional sekolah (Hasan & Firdaos, 2017).

Daftar Pustaka:

Fernanda, N. (2018). Panduan Praktis Implementasi Penguatan Pendidikan (PPK) Berbasis Masyarakat. Jakarta: Pusat Analisis Dan Sinkronisasi Kebijakan (PASKA).

Hasan, Y., & Firdaos, R. (2017). Penguatan Pendidikan Karakter Berbasis Masyarakat Pada Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) Di Kabupaten Tulang Bawang Provisi Lampung. Al-Tadzkiyah: Jurnal Pendidikan Islam, 8(2). Retrieved From Https://Doi.Org/10.24042/Atjpi.V8i2.2131

Samani, M., & Hariyanto, M. (2012). Konsep Dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya

Shihab, M. Q. (1996). Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Mizan.

Penulis :

Sadam Fajar Shodiq


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Konsep Pendidikan Karakter Berbasis Masyarakat"

Post a Comment