Kesantunan Berbicara dalam Komunikasi Berbahasa

Kesantunan Berbicara dalam Komunikasi Berbahasa. -- Prinsip kesantunan menurut Leech (1993) menyangkut hubungan antara peserta komunikasi, yaitu penutur dan pendengar. Oleh sebab itulah mereka menggunakan strategi dalam mengajarkan suatu tuturan dengan tujuan agar kalimat yang dituturkan santun tanpa menyinggung pendengar.

Prinsip kesantunan adalah peraturan dalam percakapan yang mengatur penutur (penyapa) dan petutur (pesapa) untuk memperhatikan sopan santun dalam percakapan.

Setiap kali berbicara dengan orang lain, dia akan membuat keputusan-keputusan menyangkut apa yang ingin dikatakannya dan bagaimana menyatakannya. Hal ini tidak hanya menyangkut tipe kalimat atau ujaran apa dan bagaimana, tetapi juga menyangkut variasi atau tingkat bahasa sehingga kode yang digunakan berkaitan tidak saja dengan apa yang dikatakan, tetapi juga motif sosial tertentu yang ingin menghormati lawan bicara atau ingin mengidentifikasikan dirinya sebagai anggota golongan tertentu.

Secara umum, santun merupakan suatu yang lazim dapat diterima oleh umum. Santun tidak santun bukan makna absolut sebuah bentuk bahasa. Karena itu tidak ada kalimat yang secara inheren santun atau tidak santun, yang menentukan kesantunan bentuk bahasa ditambah konteks ujaran hubungan antara penutur dan petutur. Oleh karena itu, situasi varibel penting dalam kesantunan.

Kesantunan merupakan sebuah fenomena dalam kajian pragmatik. Setidaknya ada empat ancangan kesantunan dari para ahli yang dilihat dari sudut pandang yang berbeda, yaitu:

  1. Kesantunan dilihat  dari pandangan kaidah sosial tokohnya adalah Lakoff (1973);
  2. Kesantunan dilihat dari pandangan kontak percakapan tokohnya adalah Fraser (1990);
  3. Kesantunan dilihat dari pandangan maksim percakapan tokohnya adalah Leech (1993);
  4. Kesantunan dilihat dari pandangan penjagaan muka tokohnya adalah Brown dan Levinson (1987).

Prinsip Kesantunan Leech

Leech (1993) membahas teori kesantunan dengan menitikberatkan atas dasar nosi, (1) biaya/cost dan keuntungan/benefit, (2) kesetujuan/agreement, (3) pujian/approbation, (4) simpati/antipati. Leech (1993) sendiri mendefinisikan prinsip kesantunan yaitu dengan cara meminimalkan ungkapan yang kita yakini tidak santun.

Ada enam maksim menurut Leech (1993) yakni:
1) Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim)
     a. Kurangi kerugian orang lain.
     b. Tambahi keuntungan orang lain.
2) Maksim Penerimaan/ Penghargan (Approbation Maxim)
     a. Kurangi keuntungan diri sendiri.
     b. Tambahi kerugian diri sendiri.
3) Maksim Kemurahan (Generosity Maxim)
     a. Kurangi cacian pada orang lain.
     b. Tambahi pujian orang lain.
4) Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim)
      a. Kurangi pujian pada diri sendiri.
      b. Tambahi cacian pada diri sendiri.
5) Maksim Kesepakatan/Kecocokan (Agreement Maxim)
      a. Kurangi ketidakcocokan antara diri sendiri dengan orang lain.
      b. Tingkatkan kecocokan antara diri sendiri dengan orang lain.
6) Maksim Simpati (Sympath Maxim)
     a. Kurangi antipati antara diri sendiri dengan orang lain.
     b. Perbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain. (Tarigan, 1990 dalam Rahardi 2005: 5)

Maksim yang berskala dua kutub karena berhubungan dengan keuntungan/kerugian diri sendiri dan orang lain (Wijana, 1996: 55-60).
1. Maksim yang berpusat pada orang lain.
    a. Maksim Kebijaksanaan (Tact Maxim)
    b. Maksim Kemurahan (Generosity Maxim)
2. Maksim yang berpusat pada diri sendiri.
    a. Maksim Penerimaan/Penghargaan (Approbation Maxim)
    b. Maksim Kerendahan Hati (Modesty Maxim).

Maksim yang berskala satu kutub karena berhubungan dengan penilaian buruk bagi penutur terhadap dirinya sendiri/orang lain.
1.    Maksim Penerimaan (Approbation Maxim)
2.    Maksim Kesimpatian (Sympath Maxim)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kesantunan Berbicara dalam Komunikasi Berbahasa"

Post a Comment