Hubungan Manusia dan Lingkungan Hidupnya

 Telah  terjadi  suatu  argumentasi  antara malaikat  dengan  Tuhan ketika  Tuhan  mengabarkan  kepada,  mereka  bahwa  Dia  hendak menciptakan  khalifah  di  bumi  ini  yang  diberi  nama  Manusia.  Suatu keberatan,  kalau  bukan  peringatan,  yang  disampaikan  para malaikat kepada Tuhan, sehubungan dengan niat penciptaan itu adalah bahwa: “manusia  suka  berbuat  kerusakan  dan  pertumpahan  darah  di  bumi; tetapi  kemudian  Tuhan  menjawab,  bahwa  Dia  lebih  tahu  tentang segala sesuatu”.[1] Akhirnya manusia pun diciptakan, dan “bahkan para malaikat  itu  pun  diperintahkan  oleh  Tuhan  untuk  bersujud  kepada makhluk baru yang bernama manusia itu”.[2] 
Kepada  manusia  itu  Tuhan  mengajarkan  ilmu  tentang  nama-nama, suatu  ilmu yang belum pernah diajarkan kepada makhluk  lain, termasuk  kepada  malaikat, makhluk  yang  paling  taat  itu.[3] Selain  itu, manusia  juga  dibekali  dengan  petunjuk  sebagai  bekal  hidupnya  di dunia, yang dengan petunjuk  itu manusia akan selamat, baik di dunia maupun di akhirat nanti.
Islam  memandang  manusia  sebagai  makhluk  yang  lebih  tinggi derajatnya  daripada  makhluk-makhluk  yang  lain,  baik  yang  bersifat materi  maupun  yang  bersifat  immateri.[4] merupakan  kombinasi yang  sempurna  antara  unsur  lahir  dan  unsur  batin,  sehingga  Tuhan sendiri  menyebut  manusia  sebagai  sebaik-baik  ciptaan.[5] Karena kesempurnaan  kejadiannya  itulah  manusia  dipandang  layak  untuk .menerima amanat sebagai khalifah di bumi.[6]
Dalam  menjalankan  tugasnya  sebagai  khalifah,  manusia  diberi atu kebebasan untuk membuat keputusan dan pilihan,  tetapi setiap keputusan  dan  pilihan  yang  dibuatnya  yang  dimanifestasikan  dalam setiap aktivitasnya untuk diadakan pertanggungjawaban dan evaluasi, yang kemudian dari pertanggungjawaban dan evaluasi  inilah manusia diberi kategori atau digolongkan sesuai dengan kualitasnya.[7]
Kesediaan  untuk  menerima  kebebasan  yang  disertai  tanggung awab  inilah  yang  membuat  kebebasan  itu  bermakna,  sehingga keberadaannya  secara  eksistensial  adalah  suatu  keberadaan  yang abadi. Kebebasan  individual, sehingga pertanggungjawabannya pun bersifat  individual  yang  tidak  mungkin  dipertukarkan  ataupun diwakilkan. 
Karena  kejadiannya  yang  terdiri  dari  dua  unsur,  yaitu  lahir  dan batin,  maka  dalam  kehidupannya  manusia  juga  mempunyai  dua bentuk  kebutuhan,  yaitu  kesejahteraan  lahir  dan  kesejahteraan  batin. Pemenuhan terhadap kedua bentuk kebutuhan kesejahteraan ini harus seimbang  tanpa  ada  yang  harus  dikalahkan.  Walaupun  pada kenyataannya,  bahwa  manusia  memiliki  unsur  lahir  dan  memiliki kebutuhan  kesejahteraan  lahir  untuk  melangsungkan  kehidupannya dan untuk menopang kehidupan batinnya itu memaksa manusia untuk mampu  bekerjasama  dengan makhluk  lain  di  luar  dirinya. Kerjasama antara  manusia  dengan  makhluk  lain  ini  berupa  interaksi  dan interpendensi yang menghasilkan daur materi dan  transformasi energi dalam suatu sistem jaring-jaring kehidupan.
 Dengan hakikatnya yang berunsur materi  itu manusia, betapapun perkasanya, tidak mungkin melepaskan diri dari jaring-jaring kehidupan ini,  karena  materi  dan  energi  yang  dibutuhkan  dalam  kehidupannya merupakan  hasil  interaksi  dan  interpendensi  antar  komponen penyangga  jaring-jaring  itu. Oleh karena  itu, secara esensial manusia harus  menerima  kenyataan  dirinya  sebagai  makhluk  yang membutuhkan  makhluk  lain,  dan  bahwa  hubungan  antara  dirinya dengan makhluk  lain  tersebut  harus  serasi  dan  seimbang. Kelebihan manusia  sebagai  khalifah  bukan  berarti  manusi  diberi  hak  untuk melakukan  apa  saja  yang  diinginkannya  karena  seorang  khalifah bukanlah  penguasa,  melainkan  seorang  pemimpin  yang  bagaimana pun  juga  akan  dimintai  pertanggungjawaban  terhadap kepemimpinannya.  Manusia  diangkat  menjadi  khalifah  sebagai pemakmur  dunia,  sehingga  alam  yang  oleh  Tuhan  memang  telah diciptakan seimbang itu,  akan membantunya dalam mempersiapkan diri  untuk membangun  negeri  akhirat,  suatu  pos  terakhir  dari  semua rangkaian kehidupan sekalian manusia.
Alam memang diciptakan oleh Tuhan untuk manusia,  termasuk segala sumber dayanya baik yang  terpendam di dalam  tanah, di  laut, di  udara maupun  yang  terhampar  di  permukaan  bumi.  Adalah  hak manusia  untuk  memanfaatkan  segala  sumber  daya  tersebut,  akan tetapi  dia  juga  harus  ingat  bahwa  selain  untuk memenuhi  kebutuhan hidupnya alam diciptakan oleh Tuhan sebagai suatu bentuk pelajaran yang dengan pelajaran itulah manusia akan lebih mengenal Tuhannya.
Di  samping  itu  manusia  juga  memiliki  kewajiban  yang  harus dipenuhinya,  yaitu menjaga  keserasian dan keseimbangan ekosistem dan  tidak  membuat  kerusakan-kerusakan,  baik  terhadap  binatang, tumbuh-tumbuhan  maupun  jenis-jenis  makhluk  lain  kecuali  jika memang  dia  menobatkan  dirinya  sebagai  manusia  munaf ik  yang tercela.  Betapapun  tidak  pentingnya  suatu makhluk  tertentu  dalam pandangan  manusia,  makhluk-makhluk  tersebut  diciptakan  bukan tanpa  makna.  Adapun  dimana  letak  ketidaksia-siannya  itu merupakan bagian dari pelajaran yang harus difahaminya.
Perubahan-perubahan  yang  dihasilkan  oleh  aktivitas-aktivitas makhluk  lain  adalah  perubahan-perubahan  yang  dihasilkan  oleh aktivitas-aktivitas  makhluk  lain  adalah  perubahan-perubahan  yang bersifat alami  yang  senantiasa berada dalam  rentangan antara batas maksimum  dan  minimum,  sehingga  proses  daur  materi  dan transrformasi  energi  berlangsung  secara  serasi.  Manusia  pada hakikatnya  adalah  makhluk  yang  berstrategi  hidup  “K”,  yaitu  suatu strategi  hidup  di  mana  manusia  memperhatikan  batas  daya  dukung lingkungannya,  yang  ditandai  dengan  jumlah  kelahiran  bayinya  yang hanya satu setiap kali melahirkan, dan bayi  itu dalam keadaan  lemah sehingga harus dilindungi, diasuh, dan dipersiapkan agar nantinya bisa hidup mandiri.
Dengan  demikian  manusia  seharusnya  tidak  memiliki  masalah dengan  lingkungannya.  Keterasingan  dan  pelarian  diri  manusia  dari hakikat  dirinyalah  yang mendorongnya  untuk mengkonsumsi  sumber daya  alam  melebihi  kebutuhannya  dan  melebih  daya  dukung lingkungannya,  dengan  cara  mengeksploitasi  atau  mencoba mengendalikan  ekosistem  atau  memperpendek  proses  daur  materi sehingga  akhirnya  justru  mengganggu  stabilitas  ekosistem  di  mana dirinya  terlibat.  Perubahan  persepsi  manusia  tentang  dirinya  dari khalifah menjadi pewaris sah inilah yang membuatnya tidak bijaksana dalam menjalani  kehidupan  dan mengelola  sumber  daya  alam  yang disediakan untuknya.
Oleh  karena  itu,  dalam  melakukan  aktivitas  hidupnya,  manusia seharusnya  memandang  lingkungan  hidupnya  yang  kompleks  itu secara  utuh menyeluruh  dengan melihat  susunan  semua  komponen dan  fungsi  masing-masing  berdasarkan  prinsip  bahwa  semua komponen  tersebut  saling  berinteraksi, mempengaruhi  dan  berkaitan sehingga  tercipta  hubungan  yang  serasi  antara  dirinya  dengan lingkungannya.

Judul : Manusia dan Lingkungan Hidupnya
Penulis :  Johni Najwan, S.H., M.H., Ph.D.

[1] Q.S., 2 Ayat: 30
[2] Q.S., 2 Ayat: 34
[3] Q.S., 2 Ayat: 31.
[4] Q.S., 17 Ayat: 70
[5] Q.S., 95 Ayat: 4
[6] Q.S., 2 Ayat: 30-31
[7]Q.S., 2 Ayat: 256; dan Q.S., 49 Ayat: 13.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Hubungan Manusia dan Lingkungan Hidupnya"

Post a Comment