Interaksi Guru dan Murid dalam Pandangan Islam



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Berbicara mengenai dunia pendidikan tidak luput kiranya dari pelaku pendidikan yang tidak lain adalah guru, dan murid. Perlu diketahui banyak sekali yang harus diperhatikan dalam dunia pendidikan, karena guru bukan hanya orang yang melulu memberi ilmu kepada peserta didiknya, dan murid juga bukan orang yang melulu menerima ilmu.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan, karena tanpa pendidikan seseorang tidak akan bisa mengerti arti sebuah kehidupan. Ketika berbicara soal dunia pendidikan dan kehidupan itu semua tidaklah luput dari sebuah interaksi, interaksi antara guru dan murid, interaksi antara guru dan orang tua murid, serta interaksi antara murid dan staf sekolah.
Kehadiran pendidik dalam rangka melaksanakan tugasnya sebagai pewaris nabi adalah peran yang cukup berat untuk diemban karena membutuhkan sosok seorang guru yang utuh dan tahu dengan kewajiban dan tanggung jawab sebagai seorang pendidik. Sebagai seorang guru atau pendidik juga harus bisa memahami keadaan murid-muridnya karena keadaan mereka juga berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Kadang guru juga harus bisa menjadi teman untuk seorang murid, guru juga harus bisa menjadi orang tua bagi seorang murid, dan guru juga harus bisa menjadi pendidik.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Prespektif Islam tentang Guru
1.      Pengertian Pendidik
Dalam konteks Islam, pendidik disebut dengan murabbi. Muallim dan muaddib. Kata Murabbi berasal dari kata rabba, yurabbi. Kata muallim isim fail dari allama, yuallimu sebagaimana ditemukan dalam al-Qur’an (QS.2:31) yang artinya Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat”. Sedangkan kata muaddib berasal dari kata addaba, yuaddibu. Seperi sabda Rasul : “Allah mendidikku, maka Ia memberikan kepadaku sebaik-baiknya pendidikan”[1]
Ahmad Syauqi dalam bukunya M. Athiyah Al-Abrasyi bahwa pendidik adalah bapak “spiritual” atau pemberi semangat bagi murid, dialah yang memberi santapan kejiwaan dengan ilmu (Taqhdziyah al nafs) membimbing dan meluruskan akhlaq kepada murid (Tahdzjib al-akhlaq taqwimuha) dan mengantarkan mereka ke arah kehormatan hidup.
2.      Sifat-sifat yang harus dimiliki Guru
Guru merupakan tempat utama bagi para murid untuk menimbah ilmu, guru juga merupakan orang tua kedua bagi para murid-muridnya jadi berikut adalah sifat yang harus dimiliki oleh para pendidik menurut Prof. Dr. Moh. Athi-yah al-Abrasy diantaranya adalah:
a)      Juhud dan mengajar karena mencari ridha Allah.
b)      Guru harus suci badan dan jiwanya, menjaga diri dari dosa, membebaskan diri dari dan sifat tercela.
c)      Ikhlas dan melaksanakan tugas.
d)       Bersikap murah hati.
e)      Memiliki sikap tegas dan terhormat.
f)       Memiliki sifat kebapakan sebelum menjadi guru.
g)       Memahami karakteristik murid.
h)      Menguasai materi pelajaran[2]


B.     Prespektif Islam tentang Murid
1.      Pengertian Peserta Didik
Peserta didik secara formal adalah orang yang sedang berada dalam fase pertumbuhan  dan perkembangan baik fisik maupaun psikis, pertumbuhan dan perkembangan merupakan ciri dari seseorang peserta didik yang perlu bimbingan dari seorang pendidik. Murid dilihat dari dari pengertian bahasa adalah dari fi’il madhi اَرَدَ   ®   ُيرِدُ    ®  ِارَدَةً       ®  مُرِداً orang yang menginginkan Sehingga murid diartikan oang yang menghendaki agar mendapat ilmu pengetahuan, ketrampilan, pengalaman, dan kepribadian yang baik untuk bekal hidup di dunia akhirat dengan jalan belajar sungguh-sungguh.[3]

C.  Interkasi antara guru dengan murid menurut prespektif islam
Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua. Mereka ini, tatkala menyerahkan anaknya ke sekolah sekaligus berarti pelimpahan sebagian tanggung jawab pendidikan kepada anaknya kepada guru. Hal itu menunjukkan pula bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya pada sembarang guru atau sekolah karena tidak sembarang orang dapat menjadi guru.[4]
Menurut Zakiah Darajat syarat-syarat ( kode etik ) dilihat dari ilmu pendidikan Islam, maka secara umum untuk menjadi guru dan diperkirakan dapat  memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya hendaknya bertakwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmaniah, baik akhlaknya, bertanggung jawab dan berjiwa nasional.
Sedangkan dalam interaksi guru dan murid dalam kelas, untuk menciptakan iklim pembelajaran sebagaimana yang dikutip dari Sardiman AM.,interaksi edukatif adalah “Interaksi yang dikatakan sebagai interaksi edukatif apabila secara sadar mempunyai tujuan untuk mendidik, untuk mengantarkan anak didik ke arah kedewasaannya. Ada beberapa bentuk interaksi diantaranya adalah:
1.             Guru sebagai Orang Tua Kedua
Guru adalah orang tua, anak didik adalah anak. Orang tua dan anak adalah dua sosok insani yang diikat oleh tali jiwa, belaian  kasih sayang adalah naluri jiwa orang tua yang sangat diharapkan oleh anak, sama halnya dengan belaian kasih dan sayang seorang guru dan anak didiknya.
2.    Guru sebagai Pendidik
Guru  dan anak didik adalah yang menggerakkan proses interaksi edukatif, dimana interaksi edukatif tesebut mempunyai suatu tujuan. Ketika interaksi edukatif tersebut berproses, guru harus dengan ikhlas dalam bersikap dan berbuat serta mau memahami anak didik dengan konsekwensinya. Semua kendala yang menghambat jalannya proses interaksi edukatif harus dihilangkan karena keberhasilan interaksi edukatif lebih banyak ditentukan  oleh guru dalam mengelola kelas.
3.             Guru sebagai pelindung
Pendidik selalu melindungi anak dalam jasmaniyah dan rohaniahnya.
4.             Guru sebagai teladan
Pendidik selalu menjadi teladan pada anak didik.
5.             Guru sebagai Pusat mengarahkan fikiran dan perbuatan.
Pendidik selalu mengikut sertakan anak didik dengan apa yang dipikirkan baik yang menggembirakan ataupun dengan apa yang sedang dipikirkan.
6.             Guru sebagai Penciptaan perasaan bersatu
Untuk memiliki perasaan bersatu anak harus dibiasakan hidup didalam lingkungan yang teratur.[5]
 


BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Dari pembahasan yang ada di bab dua maka dapat disimpulkan interaksi yang terjadi antara guru dengan murid baik dilingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah sangatlah penting bagi perkembangan murid. Baik dalam aspek pengetahuan maupun aspek perilaku, karena bagaimanapun juga seorang murid pasti sedikit banyak mencontoh perilaku dari pada seorang guru. Oleh karena itu guru harus bisa mengontrol sikapnya saat di depan muridnya karena peran guru bukan hanya sebagai pendidik melainkan sebagai orang tua kedua bagi muridnya.


[1] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), hal: 56.
[2] Imam Al-Ghazali, terj. Moh Zuhri,  Ihya’ Ulumuddin (Semarang: CV. Asy-Syifa’, 1990), 171-180.
[3] Abudin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru- Murid (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), 49-50
[4] Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta: Bumi Aksara,  2008 ), hal. 39
[5] Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis (Yogyakarta: Andi Offser), hal 112.

Judul :  Interaksi Guru dan Murid dalam Pandangan Islam
Penulis : Mazidatul Rohmah

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Interaksi Guru dan Murid dalam Pandangan Islam"

Post a Comment