Pengertian Kecerdasan Emosional Menurut Para Ahli

Pengertian Kecerdasan Emosional Menurut Para Ahli -- Setiap individu memiliki emosi. Emosi mempunyai ranah tersendiri dalam bagian hidup individu. Seseorang yang dapat mengelola emosinya dengan baik artinya emosinya cerdas, hal ini lebih dikenal dengan suatu istilah “Kecerdasan Emosional”. 

Pada tahun 1983, Howard Gardner, seorang profesor pendidikan Harvard menerbitkan risetnya tentang “multiple intellegent”. Bukunya, Frames of mind, mengembangkan konsep tentang intelijensi sehingga ditemukan beberapa kemampuan tambahan yang tidak ditemukan dalam kemampuan yang diukur dalam tes-tes IQ. Menyusul riset Gardner tersebut, Reuven Bar-on, seorang dosen sekaligus psikolog di Tel Aviv University Medical, mengembangkan survey psikologi formal pada tahun 1985. Menurut pandangannya, EQ (Emotional Quotient) mencakup optimisme, kemampuan menangani stres dan memecahkan berbagai masalah serta kemampuan memahami perasaan dan memelihara hubungan baik dengan orang lain. Selanjutnya, pada tahun 1990, Peter Salovey (profesor psikologi, epidemilogi dan kesehatan publik di Yale University) dan John Mayer (psikolog di University of New Hampshire) menerbitkan studi tentang “kecerdasan emosional”. Dalam teori mereka, kecerdasan emosional mencakup kemampuan memantau perasaan dan emosi sendiri maupun orang lain.1

Akhirnya pada tahun 1995 diterbitkan buku yang paling laris yaitu Emosional Intelligence oleh Daniel Goleman. Menurut Goleman, Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengenal perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri dan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan oang lain.2

Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional.

Buku Goleman yang ditulis bersama Ricard Boyatzis dan Anni Mckee yang berjudul Primal Leadership menggambarkan pentignya peran kecerdasan emosional bagi efektifitas kepemimpinan. Terutama berdasarkan puluhan tahun analisa di perusahaan internasional, menyatakan bahwa emosi pemimpin sangat mudah menular. Pemimpin yang mempunyai kecerdasan emosional maka akan dapat menularkan antusiasme dan energi serta motivasi pada bawahannya.3

Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara dinamis baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan.

Sebuah model pelopor lain tentang kecerdasan emosional diajukan oleh Bar-On pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, yang mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tututan dan tekanan lingkungan.4

Diantara pakar-pakar teori tentang kecerdasan emosional paling berpengaruh yang menunjukkan perbedaan nyata antara kemampuan intelektual dan emosi adalah Howard Gardner, seorang psikolog dari Harvard. Pada tahun 1983 Gardner memperkenalkan teori kecerdasan  majemuk (multiple intelegent).

Daftar tujuh macam kecerdasan yang dibuatnya meliputi tidak hanya kemampuan verbal dan matematika yang sudah lazim tetapi juga dua kemampuan yang bersifat pribadi yaitu kemampuan mengenal dunia dalam diri sendiri dan keterampilan sosial.

Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari kecerdasan antar pribadi yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan kecerdasan. Sedangkan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif.5

Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional pada diri individu. Hal ini serupa dengan pendapat Segal bahwa wilayah Emotional Quotient (EQ) adalah hubungan pribadi dan antarpribadi. EQ bertanggungjawab atas harga diri, kesadaran diri, kepekaan sosial dan kemampuan adaptasi sosial.6

Dalam dunia pendidikan di Indonesia selama ini terlalu menekankan arti penting nilai akademik, kecerdasan otak atau IQ saja. Mulai dari ingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi, jarang sekali ditemukan pendidikan tentang kecerdasan emosional yang mengajarkan tentang integritas, kejujuran, komitmen, visi, kreativitas, ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, kepercayaan dan penguasaan diri. Padahal hal itulah yang terpenting dalam kehidupan seseorang.

Kita bisa melihat di era 2000 terjadi krisis ekonomi yang berkepanjangan yang dimulai dengan krisis moral. Meskipun mereka mempunyai pendidikan yang tinggi, namun mengabaikan suara hati yang
sebenarnya mampu membawa seseorang pada keberhasilan. Suara hati adalah dasar dari sebuah kecerdasan emosional.7

 Kemunculan istilah kecerdasan emosional dalam pendidikan, bagi sebagian orang mungkin dianggap sebagai jawaban atas kejanggalan tersebut. Teori Daniel Goleman, sesuai dengan judul bukunya, memberikan definisi baru terhadap kata cerdas. Walaupun EQ merupakan hal yang relatif baru dibandingkan IQ, namun beberapa penelitian telah mengisyaratkan bahwa kecerdasan emosional tidak kalah penting dengan IQ.

Bila EQ tinggi, maka seseorang akan mampu memahami erbagai perasaan secara mendalam ketika perasaan itu muncul dan benar-benar dapat mengenali diri sendiri. EQ sesungguhnya membantu pikiran rasional (akal). Karena itu, secara psikologis ketika pusat-pusat emosional terluka, kecerdasan keseluruhan dapat mengalami gangguan.8
 

Daftar Pustaka:

1) Jeanne Anne Craig, It`s Not How Smart You Are. It`s How You Are Smart, terj., Arvin Saputra (Batam: Interaksara, 2004), hlm. 18

2) Daniel Goleman, terj., T. Hermaya, Emotional Intellegent (Mengapa EI lebih Penting daripada IQ (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004)

3)  Charles C. Manz, Emotional Discipline, terj., Aloysius Rudi Purwanta (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), hlm. 65

4) Daniel Goleman, terj., T. Hermaya, Emotional Intellegent (Mengapa EI lebih Penting daripada IQ (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004)

5) Jeanne Anne Craig, It`s Not How Smart You Are. It`s How You Are Smart, terj., Arvin Saputra (Batam: Interaksara, 2004), hlm. 18

6) Jeanne Segal, Melejitkan Kepekaan Emosional, terj., Ary Nilandari, (Bandung: Kaifa, 2000), hlm. 26-27.

 7) Ary Ginanjar. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan spiritual (Jakarta: arga, 2001), hlm. xliii

8) Jeanne Segal, Melejitkan Kepekaan Emosional, terj., Ary Nilandari, (Bandung: Kaifa, 2000), hlm. 26-27. 

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengertian Kecerdasan Emosional Menurut Para Ahli"

Post a Comment