Manajemen Keuangan Pendidikan Islam
Manajemen Keuangan Pendidikan Islam -- Selama ini ada kesan bahwa keuangan adalah segalanya dalam
memajukan suatu lembaga pendidikan. Tanpa dukungan finansial yang cukup,
manajer lembaga pendidikan seakan tidak bisa berbuat banyak dalam upaya
memajukan lembaga pendidikan yang dipimpinnya. Sebab, mereka berpikir semua
upaya memajukan senantiasa harus dimodali uang. Upaya memajukan
komponen-komponen pendidikan tanpa disertai dukungan uang seakan pasti mandek
di tengah jalan.
Terkait dengan fungsi dan peran keuangan ini, Sudarwan Danim
melaporkan bahwa ketika kebijakan reformasi pendidikan ingin diimplementasikan,
kemampuan finansial untuk mendukungnya tidak terhindari. Sebab, kemampuan di
bidang keuangan merupakan sumber frustrasi bagi para pembaru. Keuangan dan
pembiayaan merupakan potensi yang sangat menentukan dalam penyelenggaraan
pendidikan. Kedua hal tersebut merupakan komponen produksi yang menentukan
terlaksananya kegiatan-kegiatan proses belajar-mengajar di sekolah bersama
komponen-komponen lainnya.
Setidaknya ada dua hal yang menyebabkan timbulnya perhatian
yang besar pada keuangan, yaitu: Pertama, keuangan termasuk kunci penentu
kelangsungan dan kemajuan lembaga pendidikan. Kenyataan ini mengandung
konsekuensi bahwa program-program pembaruan atau pengembangan pendidikan bisa
gagal dan berantakan manakala, tidak didukung oleh keuangan yang memadai.
Kedua, lazimnya uang dalam jumlah besar sulit sekali didapatkan khususnya bagi
lembaga pendidikan swasta yang baru berdiri.
Dana sangat terkait dengan kepercayaan. Jika ingin
mendapatkan dana dari BP3/masyarakat, sekolah harus memiliki program yang
bagus, sehingga masyarakat yakin program program tersebut dapat berjalan dengan
baik dan bermanfaat luas. Dalam pengertian lain, sekolah harus mampu mengemas
program dan meyakinkan pemilik dana. Untuk itu biasanya diperlukan proposal.32
Secara psikologis, kepercayaan memang dapat membangunkan kesadaran seseorang
untuk ikut memberikan bantuan dana. Misalnya, ada dua orang yang berbeda dalam
waktu yang berbeda tetapi sama-sama mengajukan bantuan. Keduanya bisa
mendapatkan respons yang sangat berbeda. Bisa jadi karena orang yang pertama
meyakinkan sedangkan orang yang kedua meragukan atau bahkan mencurigakan. Maka,
bisa jadi pemilik dana itu akhirnya membantu orang yang pertama dalam jumlah
yang besar, sementara pada orang yang kedua tidak memberi dana sama sekali.
Sekarang, mari kita bandingkan mana yang lebih penting, dana
atau kepercayaan dalam upaya memajukan lembaga pendidikan Islam? Dana atau
keuangan memang sangat penting dan menentukan kemajuan lembaga pendidikan,
tetapi yang lebih penting lagi adalah kepercayaan. Dengan modal kepercayaan,
dana dapat dengan relatif mudah didatangkan. Namun, dukungan dana yang memadai
belum tentu menghasilkan kepercayaan. Ketika dana itu disalahgunakan atau
diselewengkan justru malah menghilangkan kepercayaan semua pihak.
Dengan demikian, kepercayaan masyarakat, terutama para
hartawan calon donator, harus diperkuat dan dijaga. Untuk membangun dan
memperkukuh kepercayaan mereka, ada beberapa langkah yang perlu ditempuh, yaitu
sebagai berikut:
- Pihak yang mengajukan proposal kepada calon donatur itu haruslah orang yang terkenal jujur, bersih, dan amanat.
- Lembaga pendidikan Islam harus mampu menunjukkan bahwa bantuan dari pihak-pihak lain yang diterima selama ini telah dimanfaatkan secara benar dan dapat dibuktikan.
- Pihak yang mengajukan bantuan bersama kelompoknya haruslah orang-orang yang dikenal memiliki semangat besar untuk menghidupkan dan memajukan lembaga.
- Calon donatur harus bisa diyakinkan bahwa pelaksanaan program benar-benar sangat penting, bahkan mendesak untuk segera diwujudkan.
- Calon donatur perlu disadarkan bahwa bantuan yang akan diberikan untuk pembangunan lembaga pendidikan Islam merupakan shadaqah jariyah yang pahalanya terus mengalir.
Sebagaimana diamanatkan dalam pasal 46 ayat 1 UndangUndang
tentang Sistem Pendidikan Nasional, “Pendanaan pendidikan menjadi tanggung
jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.”33
Ketentuan ini merupakan ketentuan normatif yang menjadi payung hukum tentang
tanggung jawab pendanaan bagi semua jenis pendidikan. Hanya saja, realitanya
baru mulai proses paling awal bagi lembaga pendidikan swasta. Terlebih lagi,
lembaga pendidikan Islam yang mayoritas swasta selama ini telah menjadi korban
diskriminasi kebijakan pemerintah.
Kondisi madrasah diniyah, taman pendidikan Al-Qur'an, dan
pesantren lebih parah lagi. Lembaga-lembaga tersebut telah berpartisipasi dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi tidak mendapat perhatian pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun daerah. Baru belakangan ini ada upaya dari suatu pemerintah
daerah untuk memberi tunjangan kepada guru guru mengaji di lembaga-lembaga
tersebut sebesar Rp50.000, (lima puluh ribu rupiah) setahun. Suatu angka yang
sangat memprihatinkan memang, bahkan kalau ditanggapi secara emosional
merupakan suatu angka/jumlah yang melecehkan. Seharusnya, pemerintah pusat
dan/atau pemerintah daerah berupaya mengalokasikan gaji bagi mereka setiap
bulan melalui pemberdayaan pendapatan pemerintah pusat dan daerah.
Iadi, tanggung jawab pendanaan pendidikan, terutama
menyangkut madrasah diniyah, taman pendidikan Al-Qur'an, dan pesantren hingga
sekarang ini masih belum mendapat perhatian yang memadai dari pemerintah pusat
atau daerah. Baru sebatas masyarakat yang memiliki kepedulian pada lembaga-lembaga
tersebut dengan memberi bantuan. Jadi, amanat UU tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 46 ayat 1 tersebut masih belum dilaksanakan secara memadai oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sebagai sumber keuangan dalam konteks
pendidikan.
Judul Buku : Manajemen Pendidikan Islam
Penulis : Prof. Mujamil Qomar
0 Response to "Manajemen Keuangan Pendidikan Islam "
Post a Comment