Pengertian Kecerdasan Emosional Menurut Para Ahli

Pengertian Kecerdasan Emosional Menurut Para Ahli. -- Kecerdasan emosional berasal dari adanya kata emosi yang berasal dari kata latin yaitu emovere yang mempunyai arti bergerak menjauh. Dari arti tersebut dapat diambil pemaknaan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Emosi biasanya merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu seperti rasa sedih yang secara fisiologis akan mendorong seseorang untuk menangis.

Daniel Goleman berpendapat bahwa emosi merujuk pada suatu pikiran dan perasaan yang khas yang berupa keadaan  biologis, psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Daniel Goleman juga mengungkapkan beberapa macam emosi yaitu, amarah, kesedihan, rasa takut, kenikmatan, cinta, terkejut, jengkel, dan malu.98

Sebagaimana yang  telah  diuraikan, bahwa semua emosi menurut Goleman pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu mendorong individu untuk memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada. Dalam the Nicomachea Ethics pembahasan Aristoteles secara filsafat tentang kebajikan, karakter dan hidup yang benar, tantangannya adalah menguasai kehidupan emosional kita dengan kecerdasan.

Nafsu, apabila dilatih dengan baik akan  memiliki kebijaksanaan; nafsu membimbing pemikiran, nilai, dan kelangsungan hidup kita. Tetapi, nafsu dapat dengan  mudah menjadi tak terkendalikan, dan hal  itu seringkali terjadi. Menurut Aristoteles, masalahnya bukanlah mengenai emosionalitas, melainkan mengenai keselarasan antara emosi dan cara mengekspresikannya.99

Sedangkan istilah kecerdasan emosional pada asalnya  dilontarkan  oleh dua orang ahli psikologi pada tahun 1990 yaitu Salovey dari Universitas Harvard dan Mayer dari Universitas New Hampshire. Selanjutnya, istilah ini kemudian dipopulerkan oleh Goleman, seorang psikolog yang menulis buku Emotional Intelligence yang menjelaskan kualitas-kualitas  emosional  yang  tampaknya penting bagi keberhasilan suatu pekerjaan. Kualitas-kualitas keterampilan ini mencakup mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, berempati, dan membina hubungan dengan orang lain.100

Adapun pengertian kecerdasan emosional pada dasarnya tidak bisa lepas dari pengertian emosi. Emosi pada dasarnya berasal dari kata latin yaitu movere, yang artinya menggerakkan, bergerak, atau menjauh. Dengan pengertian tersebut berarti kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi.101

Goleman mendefinisikan emosi sebagai perasaan dan pikiran khas, suatu keadaan biologic dan psikologik, suatu rentang kecenderungan-kecenderungan untuk bertindak. Hal senada juga diungkapkan oleh Mayer bahwa emosi merupakan  system  respon  yang terkoordinir, emosi terjadi dalam keadaan biologis tertentu, keadaan eksperiensial tertentu, keadaan kogniitif tertentu yang terjadi simultan; dan oleh karenanya emosi menyatukan pikiran, perasaan dan tindakan.102

Baca JugaProses dan Indikator dalam Motivasi Kerja

Dengan demikian, emosi membebaskan dari belenggu kelumpuhan dan bisa memotivasi untuk bertindak. Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Oleh karena itu, peranan lingkungan terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional.

Salovey dan Mayer menggunakan istilah kecerdasan emosional dengan tujuan untuk menggambarkan sejumlah keterampilan yang berhubungan dengan keakuratan penilaian tentang emosi diri sendiri dan orang lain, serta kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi, merencanakan, dan meraih tujuan kehidupan. Sedangkan Gardner mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi, serta cara bekerja dan cara bekerja sama dengan orang lain. Kecerdasan emosional juga berupa kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, motivasi, dan hasrat orang lain.103

Pendapat lain menyatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan suatu keterampilan memahami diri sendiri, kemampuan mengatur diri sendiri, memotivasi dan empati, yang merupakan predictor yang sangat kuat dan bisa dipercaya untuk meraih keberhasilan di tempat kerja. Oleh karenanya, seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional adalah seseorang yang menyadari emosinya sendiri dan emosi orang lain dan menyesuaikan perilakunya berdasarkan pengetahuaanya tentang kecerdasan emosional tersebut.104

Dengan demikian seorang guru akan berhasil bila guru  tersebut memiliki kecerdasan emosional yang tinggi. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa seorang guru adalah panutan siswa dan masyarakat sekitarnya,  disamping  itu seorang guru juga dihadapkan pada latar belakang siswa yang berbeda-beda.

Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari :”kecerdasan  antar pribadi yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan kecerdasan. Sedangkan kecerdasan intra pribadi adalah  kemampuan  yang  korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh kehidupan secara efektif.

Dalam rumusan lain, Gardner menyatakan bahwa inti kecerdasan antar pribadi itu mencakup “kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain.” Dalam kecerdasan antar pribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri, Gardner mencantumkan akses menuju perasaan-perasaan diri seseorang dan kemampuan untuk membedakan perasaan-perasaan tersebut  serta memanfaatkannya untuk menuntun tingkah laku.105

Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey sebagaimana yang diungkap oleh Goleman, memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan emosional pada diri individu. Menurutnya kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan  kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.106

Dalam kecerdasan emosional terdapat Amigdala yang berupa sel otak  yang menghubungkan kecerdasan intelektual dengan kecerdasan emosional, keterhubungan antara keduanya berupa kemampuan kognitif dengan kemampuan untuk mengendalikan emosi sehingga seseorang menjadi  sukses.  Rasa  takut,  sedih, marah, nafsu, cinta dan lain-lain sangat bergantung pada amigdala. Jika amigdala dipisahkan dari bagian-bagian otak lainnya, maka  hasilnya  adalah  ketidak mampuan yang amat mencolok dalam menangkap makna emosional suatu peristiwa.

Kehilangan bobot emosional menyebabkan peristiwa-peristiwa tidak mempunyai makna. Seseorang yang amigdalanya terpotong tanpa sengaja dalam suatu operasi otak misalnya, akan sulit mengenal berbagai emosi dalam dirinya, apalagi mengekspresikannya, bahkan ia tidak lagi mengenal ibunya,  dan  tetap  pasif meskipun menghadapi kecemasan. Amigdala berfungsi sebagai semacam gudang ingatan emosional, dan dengan demikian  hidup  tanpa  amigdala  merupakan kehidupan tanpa makna pribadi.

Dalam penempatan otak, hal yang paling menarik adalah bagaimana arsitektur otak memberi tempat istimewa bagi amigdalam sebagai penjaga emosi, dan penjaga yang mampu membajak otak. Sinyal-sinyal indera dari mata atau telinga telah lebih dahulu berjalan di otak menuju thalamus, kamudian pada akhirnya menuju ke amigdala, sinyal kedua dari talamus disalurkan ke neocortex otak yang berpikir.

Percabangan ini  memungkinkan amigdala mulai memberi respons sebelum neocortex, yang mengolah informasi melalui beberapa lapisan jaringan otak sebelum otak sepenuhnya memahami dan pada akhirnya memulai respons yang  telah  diolah  lebih dahulu. Kegiatan ini sangat penting karena mengamati jalur saraf untuk perasaan yang melangkahi peran neocortex.

Perasaan yang menempuh jalan pintas menuju amigdala mencakup perasaan yang paling primitive dan berpengaruh. Sirkuit ini sangat bermanfaat untuk menjelaskan kekuatan emosi  yang  mengalahkan rasionalitas. Amigdala dapat menyimpan ingatan dan respons sehingga bisa bertindak tanpa  betul-betul  menyadari  mengapa  melakukan tindakan tersebut, karena jalan pintas dari talamus menuju amigdala sama sekali tidak melewati neocortex.


 Jalan pintas ini  agaknya  memungkinkan  amigdala  untuk menjadi gudang kesandari ingatan emosional yang tidak pernah diketahui waktu sadar penuh. Terjadinya peristiwa dimana kekuatan emosi dapat mengalahkan rasio dikarenakan amigdala mampu mengambil alih kendali tindakan, sewaktu otak  masih menyusun keputusan.107

Kemungkinan terjadinya ‘pembajakan’ emosi ini lebih besar pada orang yang memiliki kecerdasan emosi rendah atau karena otak mereka dirakit dalam suasana tegang. Adanya  kemungkinan  pembajakan  emosi ini, sehingga memungkinkan emosi bisa membahayakan. Seseorang yang tidak mampu mengendalikan emosi cenderung menunjukkan  reaksi  impulsive  berlebihan dan mudah terasa terancam atau tersingkirkan.

Dari uraian tersebut, maka semakin tanpak bahwa manusia  mempunyai dua kecerdasan yang berbeda, yaitu kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual. Wakkach dan Wing sebagaimana yang dikutip oleh Semiawan, menjelaskan bahwa ukuran intelegensi intelektual dapat  digunakan  untuk mengukur dan meramalkan sukses akademis, namun tidak menjamin untuk meramalkan keunggulan di luar sekolah.108

Baca Juga :  Keterampilan Guru Dalam Membimbing Diskusi

Sukses adalah kemampuan untuk menentukan dan mencapai sasaran pribadi dan pekerjaan apapun bentuknya. Goleman mengungkapkan bahwa setinggi-tingginya kecerdasan intelektual hanya menyumbang kira 20% bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, sedangkan sisanya yang 80% diisi oleh kekuatan-kekuatan lain. Selanjutnya, bisa dikatakan bahwa status akhir seorang dalam masyarakat  pada  umumnya  ditentukan oleh faktor-faktor bukan kecerdasan intelektual saja  melainkan  juga oleh kecerdasan emosional.109

Hal ini sejalan dengan pendapat  Lawrence  E  Shapiro yang menjelaskan bahwa kecerdasan emosional bukanlah lawan dari kecerdasan intelektual, namun keduanya berinteraksi secara dinamis baik pada tingkatan konseptual maupun pada tingkat dunia nyata.110

Dalam dunia pendidikan formal, kecerdasan intelektual tampaknya berperan lebih dominan dari pada kecerdasan emosional. Suatu kecerdasan agar dapat lebih mampu memahami dunia kognitif ilmu pengetahuan, penalaran, dan abstraksi pembelajaran. Dunia kecerdasan emosional lebih dominan digunakan dalam dunia kerja dalam menghadapi kenyataan dan tantangan permasalahan yang kadang kala sangat membutuhkan perasaan dan instuisi untuk tetap dapat hidup.

Cooper dan Sawaf mengungkapkan kecerdasan  emosional  sebagai  sebuah kemampuan untuk merasakan, memahami, dan secara efektif dapat menerapkan daya dan kepakaan emosi sebagai sumber energy, informasi, dan menetapkan pengaruh terhadap orang lain.111

Baron dan Goleman menyampaikan hal yang senada dengan apa yang disampaikan oleh Cooper, bahwa kecerdasan emosional adalah serangkaian kemampuan, kompetensi, dan kecakapan  non kognitif yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan.

Sedangkan Solvey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami, perasaan dan maknanya serta mengendalikan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah serangkaian kecakapan yang memungkinkan untuk melapangkan jalan di dunia yang rumit, aspek pribadi, social, dan pertahanan dari seluruh kecerdasan, akal sehat yang penuh misteri dan kepekaan yang  penting untuk berfungsi secara efektif setiap hari.112

Kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual  berasal  dari  dua sumber yang sinergis; tanpa yang lain menjadi tidak lengkap dan efektif. Kecerdasan intelektual tanpa kecerdasan emosional tidak menghasilkan apa-apa.

Dengan kecerdasan intelektual yang tinggi yang tidak diimbangi dengan  kecerdasan emosional yang tinggi maka akan kecerdasan intelektual tersebut bisa mengarah pada hal-hal yang merugikan masyarakat. Wewenang kecerdasan emosional adalah hubungan pribadi dan hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional bertanggung jawab untuk penghargaan diri, kepekaan sosial, kesadaran diri, dan adaptasi social. Dengan demikian, kecerdasan emosional memungkinkan untuk membuat pilihan apa yang harus dilakukan, pekerjaan apa  yang  akan diambil, dan bagaimana menjaga keseimbangan antara kebutuhan pribadi dan kebutuhan orang lain.

Kecerdasan emosional berupa kemampuan yang sebagian besar diambil dari pengalaman, dengan kata lain, kecerdasan emosional umumnya dapat ditingkatkan melalui latihan yang serius. Hal tersebut tentunya akan memberikan harapan dan optimisme baru bagi dunia pendidikan karena kecerdasan emosional dapat dikembangkan. Hal tersebut berbeda dengan kecerdasan intelektual yang cenderung menuntut teori klasik, tidak dapat dikembangkan atau relative stabil.

Daftar Pustaka :

  • 98) Daniel Goleman, Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional). Penerjemah. T. Hermaya (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 2008), hlm. 411.
  •  99) Daniel Goleman, Emotional Intelligence, hlm. xvi.
  • 100) Daniel Goleman, Emotional Intelligence, hlm. 57. 101 Daniel Goleman, Emotional Intelligence, hlm. 7
  • 102) John M Steinberg. 2007. What Are Emotions? EQ Today. (Online), (http://www.eqtoday.com/emotions.html diakses 22 Agustus 2009).
  • 103) Aprilia Fajar Pertiwi, dkk., Mengembangkan Kecerdasan Emosi Anak (Jakarta: Yayasan Aspirasi Pemuda, 1997), hlm. 16.
  • 104) Vic Dulewich and Malcolm Higgs. 2008. Emotional Intelligence You Can’t Afford to Ignore ASE (Online), (http://www.ase-solutions.co.ak/el/default.html diakses 15 Agustus 2009).
  • 105) Daniel Goleman, Emotional Intelligence, hlm. 52-5
  • 106) Daniel Goleman, Emotional Intelligence, hlm. 57.
  • 107) Joseph LeDoux, The Emotional Brain; The Mysterious Underpinnings of Emotional Life (New York: Simon & Schuster, 1996), hlm. 303
  • 108) Conny Semiawan, dkk., Pendekatan Keterampilan Proses, hlm. 55.
  • 109) Daniel Goleman, Emotional Intelligence, hlm. 44.
  • 110) Lawrence E Shapiro, Mengajarkan Emosional Intelligence pada Anak. Penerjemah Alex Tri Kantjono (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm. 9. 
  • 111) Robert K Cooper and Ayman Sawaf, Executive EQ-Emotional Intelligence in Business (London: Orriot Business, 1998), hlm. xii-xiii.
  • 112) Steven J dan Howard E Book, Ledakan EQ. Penerjemah Trinanda Rainy dan Yudhi Murtanto (Bandung: Penerbit Kaifa, 2000), hlm. 30-31.
     

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pengertian Kecerdasan Emosional Menurut Para Ahli"

Post a Comment