Cerita Pendek Tentang Aroma Kematian

Judul : Aroma Kematian. -- Ku coba menarik nafas, berkali-kali untuk menguatkan indera penciuman, aroma itu tetap sama, kombinasi antara jeruk purut, daun pandan dan bubuk kayu cendana, ku pastikan tak satupun bahan tersebut ada di ruangan ini. Bilik berukuran dua kali dua setengah meter, beralas tanah dan berdinding bambu.

Entah kapan pertama kali Aku merasakan aroma ini, kalau tidak salah dua tahun setelah aku menamatkan pendidikan dasar, sebab setelah itu Aku tidak lagi melanjutkan pendidikan.

Ya, waktu itu senin pagi, setelah semalaman Aku merasakan aroma itu, saat berjaga semalam suntuk karna eyang mulai tak sadarkan diri, sesekali kudengar Eyang seperti mengorok, diiringi langkah cepat Abah menghampiri Eyang, dan lantunan surah Yasin yang tak henti mengisi bilik tempat Eyang berbaring,dan tentu saja aroma yang memenuhi bilik itu. Penuh.

“Seperti inilah aroma orang yang sedang sakit keras.” Batinku waktu itu, tetapi ketika fardu kifayah dimulai, ketika orang-orang mulai memandikan, mengkafani, menyolatkan, disitulah Aku menemukan sesuatu, merasakan kembali aroma yang semalam kurasakan, sejenak menghilang dan muncul dengan rasa yang lebih nyata. Ya, ketika proses mengkapani Eyang dilakukan, aroma itu menguat, menguar.

Dan itu selalu berulang, menjadi bertanda akan berpulangnya anggota keluarga terdekat. Saat Abah meninggal, menyusul Abang tertua, Uak dan kini, bahkan Mang Rusmin tetengga di ujung gang rumahku. Sehari sebelum berpulang, Aku merasakan aroma yang sama.

Terganggu, tentu saja, cemas, bingung dan takut tiap kali aroma itu datang. Bahkan Aku selalu berdoa agar gusti Allah menghilangkan aroma ini dari indra penciumanku, selama lamanya.

Ku lirik Mas Bowo yang duduk di pinggir dipan dekat Siti yang terbaring lemah, sambil memperbaiki letak selimutnya, ku lihat wajahnya yang pucat, mungkin karna semalaman berjaga. Suhu tubuh Siti naik-turun, setelah beberapa hari suhu tubuhnya tinggi, pagi ini Aku bersyukur karna tangan dan kakinya mulai dingin meski Aku melihat bercak bercak merah bermunculan dibeberapa bagian tubuhnya,Aku pikir itu hal biasa saat seseorang mengalami demam tinggi.


Terakhir yang ku ingat, Siti tak lagi ingin memasukkan apapun kedalam mulutnya, biasanya gadis kecilku begitu lahap ketika kusodorkan nasi hangat dan kuah mie instan. Tetapi kemarin pagi, Aku hanya punya sisa nasi kemarin sore, segera ku aduk dengan air panas dan sejumput penyedap rasa. Siti menolak, bahkan bibir Siti memarah, pecah dan kering. Mungkin karna Siti mulai enggan menghabiskan air putih yang ksediakan disudut dipannya. Padahal Aku sengaja membeli beberapa setotan di warung Mbak Ida, agar siti mudah menyedot air minumnya tanpa harus bersusah payah mengangkat kepalanya.

Tentang Mas Bowo, suamiku, adalah seorang lelaki pekerja serabutan,pekerjaan tatapnya yang kutau hanyalah seorang pembongkar pasang tenda. Tetapi disaat seperti ini tidak seorangpun yang membutuhkan jasanya. Jangankan untuk acara hajatan yang mengundang keyboard, saat Pak Darma orang yang termasuk paling kaya di kampung ini meninggal dunia saja, meraka tidak lagi memasang tenda. Hanya menarik terpal berwana biru sebagai tempat orang yang datang melayat, itupun tidak seramai biasanya. Prosesnya juga begitu cepat, entah apa yang terjadi.

Ah, aromanya semangkin kuat, seakan sangat dekat. Kupandangi wajah siti yang begitu pucat, bahkan Ia seperti tidak lagi menyadari kehadiranku disampingnya.

“Gusti Allah, tolong hilangkan aroma ini dari penciuman hambaMu.” Doaku berkali-kali.

Kulihat Mas Bowo mulai tertidur disudut kamar, wajah pucatnya menunjukkan kelelahan bercampur lapar.

“Gusti Allah, tolong hilangkan aroma kematian ini” doaku memperjelas kekawatiranku. Ya, Aku sangat kawatir sebab yang kutau Mas Bowo tidak ahli menggali kubur. Keahliannya hanya membongkar pasang tenda, itupun sudah lama tidak lagi dikerjakannya.

Oleh: Linda Sagita
Banda Aceh, akhir maret, 2020.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Cerita Pendek Tentang Aroma Kematian"

Post a Comment