Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dalam Meningkatkan Mutu Lembaga Pendidikan

Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dalam Meningkatkan Mutu Lembaga Pendidikan. -- Niat memperbaiki mutu pendidikan merupakan salah satu fokus penting pembangunan yang tidak luput dari masalah (Creemers,2000; Darmaningtyas, 1999; Iskandar, 2000). Berbagai masalah yang tidak diharapkan terjadi di lingkungan sekolah. Masalah-masalah itu misalnya hubungan yang kurang harmonis (konflik) di kalangan siswa, guru, dan kepala sekolah; lingkungan fisik sekolah yang kurang bersih, kurang indah, kurang memadai; kemerosotan disiplin sekolah; pemanipulasian nilai dan pengomersialisasian jabatan oleh para personalia sekolah; manajemen tertutup dengan laporan yang “baik baik” semata; serta hubungan antara personalia sekolah, siswa dan masyarakat yang kurang serasi. Masalah tersebut semakin diperparah oleh kondisi krisis ekonomi sosial yang sedang dialami negara ini.

Krisis ekonomi-sosial tersebut, yang dirasakan sejak 1997, memicu pemikiran penyelamatan bangsa yang direkomendasikan oleh Bank Dunia (World Bank, 1998) dalam Education in Indonesia: From Crisis to Recovery, dan Propenas pada 1999 (lihat Jalal & Supriadi, 2001). Ketika situasi ekonomi bangsa belum ada tanda-tanda perbaikan, muncul gagasan baru untuk menerapkan manajemen berbasis sekolah (MBS). Semuanya bermaksud menyelamatkan pendidikan dalam situasi kemelut nasional yang tidak menentu. Belajar dari pengalaman negara lain, salah satu resep yang ditawarkan sejalan dengan otonomi daerah adalah manajemen sekolah yang mandiri atau berbasis sekolah. MBS ditandai dengan otonomi sekolah dan partisipasi masyarakat yang tinggi tanpa mengabaikan kebijakan nasional. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan.

Sekolah yang mandiri atau berdaya memiliki ciri-ciri: tingkat ketergantungan yang rendah, adaptif dan antisipatif/proaktif sekaligus memiliki jiwa kewirausahaan tinggi (ulet, inovatif, gigih, berani mengambil risiko, bertanggung jawab terhadap sekolah), memiliki kontrol yang kuat terhadap input manajemen dan sumber dayanya, memiliki kontrol yang kuat terhadap kondisi kerja, komitmen yang tinggi pada dirinya, dan prestasi merupakan acuan bagi penilaiannya. ( Depdiknas, 2000; Samani, 2001).

Baca juga : 

Model MBS Indonesia mengasumsikan kepala sekolah dan guru memiliki kebebasan yang luas dalam mengelola sekolah tanpa mengabaikan kebijakan dan prioritas pemerintah. Lima lingkup strategi yang ditawarkan adalah kurikulum yang inklusif, proses belajar mengajar yang efektif, lingkungan sekolah yang mendukung, sumber daya yang berasas pemerataan, dan standardisasi proses monitoring, evaluasi dan tes. Kelima strategi tersebut menyatu ke dalam empat lingkup fungsi pengelolaan sekolah, yaitu manajemen/organisasi/kepemimpinan, proses belajar mengajar, sumber daya manusia dan administrasi sekolah.

Keunikan MBS di Sekolah Dasar adalah memadukan aspek pembelajaran dan partisipasi semua pihak terkait baik guru maupun masyarakat. Hal ini agak berbeda dengan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS) yang digagas oleh pihak Depdiknas untuk sekolah menengah baik SLTP maupun SMU (Umaedi, 2001). Keunikan MBS di SD yaitu apabila terlaksana dengan optimal, maka akan tercermin suasana demokratis di lingkungan sekolah itu. Sampai saat ini, belum terungkap bagaimana keadaan sebenarnya suasana demokratis tersebut setelah lebih dari setahun diberlakukannya MBS.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) Dalam Meningkatkan Mutu Lembaga Pendidikan"

Post a Comment