Konsep dan Jenis Penelitian Kualitatif

Penelitian kualitatif diterapkan oleh peneliti dengan maksud menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis, atau lisan dari orang-orang yang diamati secara partisipasi. Penetilian kualitatif sebagai tradisi yang sangat spesifik dalam kajian ilmu pengetahuan sosial, aktivitas dakwah dan pendidikan, dilakukan dengan cara bergabung pada kegiatan pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri, serta berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan istilah yang berlaku dikalangan mereka. Peneliti menempatkan diri dalam posisi selaku anggota masyarakat berbaur mengikuti arus perjalanan aktifitas sosial masyarakat pada umumya, tanpa alat kecuali dirinya sendiri sebagai instrumen penelitian.


Judistira K. Garna (1999 : 32-37) menjelaskan “penggunaan model naturalistik, inquiry, memerlukan manusia sebagai instrumen karena penelitiannya yang syarat oleh muatan naturalistik”. Beberpa istilah lain yang digunakan untuk menyebut pendekatan kualitatif naturalistik atau penelitian ilmiah adalah etnografi atau etnometodologi, studi kasus, perspektif dalaman, penafsiran dan istilah lainnya.

Konsep etnografi yang dikenal juga dengan istilah etnometodologi atau folk description, hakekatnya merupakan upaya penelitian untuk membuktikan bagaimana berbagai gagasan serta tindakan sosial dalam suatu ruang dan waktu itu mengandung makna. Etnografi adalah penggambaran rinci suatu kebudayaan, seperti dikemukakan oleh Spreadly (1972 : 3) ”The central aim of ethanography is to understand another way of life from the native point of view”.

Baca juga : Metode Analisis Data Dalam Penelitian

Konsep penelitian kualitatif, menurut Noeng Muhajir (1996 : 86) pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi empat model, yaitu “model grounded research dari Glaser dan Strauss, model etnometodologi dari Bogdan, model paradigma naturalistik dari Guba dan Lincoln, dan model interaksi simbolik dari Blumer”. Istilah pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk menyebut tujuan penelitian dan bagaimana penelitian itu dilakukan, sebagai metode dan teknik kajian, yang keseluruhannya dilakukan secara kualitatif. Dilihat dari pemakaian berbagai istilah itu lebih lanjut dapat dijelaskan tugas dan aktifitas peneliti sesuai konsep naturalistik sebagai penelitian alamiah yang mempunyai karakteristik tersendiri, antara lain : Peneliti dalam hal ini berperan sebagai instrumen penelitan. Peneliti sendiri yang datang ke lokasi, berada ditengah masyarakat. Peneliti juga yang mecatat sendiri gajala-gejala peristiwa yang disaksikan, dialami dan dirasakan selama berada di lokasi, sambil menyaksikan perilaku orang-orang yang terlibat dalam aktifitas sosial, dakwah dan pendidikan, sekaligus mengambil foto dokumentasi untuk mendukung bukti-bukti visual. Penggunaan pengetahuan antara penelti dan yang diteliti dilakukan secara setara. Peneliti memahami betul perilaku masyarakat atau individu yang diteliti dan berlaku sebagaimana perilaku mereka pada umumnya. Peneliti berusaha menggunakan bahasa masyarakat, peneliti menyesuaikan diri dengan bahasa yang berlaku. Peneliti juga menggunakan sistem pengetahuan yang sederhana sesuai dengan taraf pengetahuan rata-rata masyarakat yang diteliti. 

Metode kualitatif dilakukan dengan cara peneliti benar-benar datang ke lokasi menggunakan alat kualitatif, kerangka berpikir kualitatif dan data yang dikumpulkan juga data-data kualitatif. Kecuali untuk beberapa gejala tertentu yang bersifat penghitungan dikumpulkan juga data kuantitatif. Penyajian data kuantitatif diwujudkan dalam bentuk tabulasi atau grafik. Langkah ini dilakukan untuk mendeskripsikan apa yang sebenarnya terjadi dilokasi.

Penentuan populasi diperlukan sebagai pedoman untuk mempermudah peneliti menentukan kelompok sasaran yang dijadikan obyek penelitian. Jadi bukan untuk representasi kelompok seperti yang berlaku pada penelitian kuantitatif. Secara purposif, peneliti menghubungi orang-orang yang terkait langsung dengan peristiwa sosial, aktifitas dakwah dan pendidikan. Informan kunci, bisa para tokoh masyarakat terkait, bisa juga juru dakwah dan mad’unya, atau para guru, pendidik dan peserta didik. Peneliti juga mendatangi lokasi-lokasi penelitian yang sudah diketahui sebelumnya menjadi pusat penelitian. Peneliti menerapkan analisis data secara induktif, dikembangkan dengan kerangka berfikir induktif. Dari beberapa pendapat yang bersifat general berlaku umum, kemudian ditarik penjelasan yang lebih bersifat spesifik. 

Teori tumbuh dari dasar, bersumber dari hasil penelitian lapangan, informasi langsung dari masyarakat, serta peristiwa yang terjadi di lokasi. Namun demikian sebagai pedoman pengetahuan dasar, peneliti juga membekali diri dengan kerangka berfikir kualitatif, berupa premis-premis dan hipotesis kerja untuk pedoman pertanyaan penelitian. Desain penelitian bersifat sementara, karena terbuka kemungkinan situasi dan kondisi di lapangan berbeda atau berubah dari pola yang telah ditetapkan. Pada hakikatnya hasil penelitian itu ialah kesepakatan subyek kajian, berdasarkan komunikasi langsung antara peneliti dengan yang diteliti. 

Konsep etnografi dikenal juga dengan istilah entometodologi atau folk description, hakikatnya merupakan upaya penelitian untuk menata dan memperlihatkan bagaimana gagasan serta tindakan sosial masyarakat dalam suatu tradisi ruang dan waktu itu mengandung makna. Peneliti berusaha menafsirkan makna tindakan dari setiap orang yang diteliti, baik individu, kelompok atau masyarakat. Pola pikiran dan pandangan hidup orang atau kelompok masyarakat yang harus diungkapkan melalui penelitian etnografi adalah bagaimana mereka sendiri melihat, beranggapan, bersikap serta bertindak dalam dunianya begitu juga dalam melihat dunia orang lain. Sebagaimana dijelaskan oleh Malinowski bahwa tujuan etnografi ialah “to grasp the native’s point of view, his relation to life, to realize his vision of his world”.

Etnografi adalah wadah dan proses untuk memperoleh data lapangan melalui field work, dengan menggunakan teknik observasi partisipasi serta kemampuan berkomunikasi melalui bahasa masyarakat yang diteliti. Hal ini sesuai dengan ungkapan Berreman (1968 : 237) Etnografi is “a written report summarizing the behaviors and the beliefs, understandings, and values they imply, of a group of interacting people”. (intisari dari sumber bacaan, Judistira K. Garna, 1999 : 32-37). 

Berkenaan dengan konsep entografi sebagai model pendekatan yang banyak dilakukan oleh para ahli antropologi, Marcus dan Fischer (1986 : 18) menjelaskan konsep Etnography is a research process in which the antropolologist closely observes, records, and engages in the daily life of another culture- and experience labeled as the fieldwork method and then writes accounts are the primary form in which field work procedures (Etnografi adalah proses penelitian dimana ahli antropologi mengamati orang-orang, mencatat dan menggunakan kehidupan diri dari kebudayaan lain, sebagai suatu pengalaman metode kerja lapangan, kemudian menulis perhitungan pokok sesuai prosedur). Dengan pendekatan etnografi, secara partisipasi peneliti mengamati perilaku orang perorang yang menarik perhatian peneliti, Pola pikiran dan pandangan hidup orang atau kelompok masyarakat yang harus diungkapkan melalui penelitian entografi adalah bagaimana mereka melihat, beranggapan, bersikap serta bertindak dalam dunianya sendiri begitu juga dalam melihat dunia orang lain. Dalam penelitian entografi, peneliti telah berusaha bersabar menjadi pendengar yang baik, apa yang “diobrolkan”, apa yang dikatakan, apa yang dilakukan, dst.

Baca juga : Makna Dasar Penelitian Secara Umum

Etnografi adalah wadah proses untuk melihat data lapangan melalui field work, dengan menggunakan tehnik observasi partisipasi serta kemampuan berkomunikasi melalui bahasa masyarakat yang diteliti. Observasi partisipasi dilakukan dengan cara pengamatan terlibat dalam peristiwa sosial, dakwah dan pendidikan. Untuk kegiatan sosial yg kebetulan dianggap tidak bertentangan dengan aqidah Islamiah atau sistem ideologi yang diajarkan Islam, pengamatan dilakukan secara full partisipasi. Dalam hal kegiatan yang dianggap bertentangan dengan norma dan nilai-nilai sosial, agama dan etika, peneliti melakukan quasi partisipasi, yakni berpura-pura sebagai penganut kelompok tertentu. Quasi partisipasi model ini diterapkan oleh peneliti, karena peneliti merasa membutuhkan informasi akurat, sementara itu tidak semua informan khususnya para pelaku menyimpang dapat menerima dan memberikan informasi seadanya. 

Penerapan metode etnografi, dimaksudkan untuk dapat mempelajari kebudayaan lain, untuk membangun pengetahuan dan berbagai macam deskripsi kebudayaan serta bermakna untuk membangun suatu pengertian yang sistematik mengenai semua kebudayaan manusia dari perspektif orang yang telah mempelajari kebudayaan itu. Hal demikian itu sesuai dengan Premis Blummer (1969), sebagai landasan teori kebudayaan, bahwa : (1) Manusia melakukan berbagai hal atas dasar makna yang diberikan oleh berbagai hal itu kepada mereka. (2) Makna berbagai hal itu berasal dari atau muncul dari interaksi sosial seseorang dengan orang lain. (3) Makna ditangani atau dimodifikasi melalui suatu proses penafsiran yang digunakan oleh orang dalam kaitannya dengan berbagai hal yg dihadapi. Selanjutnya Noeng Muhajir (1996:86) menjelaskan bahwa “Model penelitian kualitatif sesungguhnya dikembangkan dalam upaya melepaskan diri dari pola pikir kuantitatif. Para ahli ilmu sosial, khususnya ahli sosiologi, berupaya menemukan teori berdasarkan data empirik”.

Sesuai dengan model penelitian kualitatif ilmu sosial yang dijelaskan Schlegel (1986:19) peneliti menerapkan strategi penelitian sebagai suatu struktur yang terdiri dari langkah – langkah sebagai berikut:
  1. Peneliti mengiventarisasi manakah kelompok – kelompok atau individu – individu yang penting harus dipertimbangkan. Dalam hal ini peneliti melakukan inventarisasi kelompok dan individu yang terlibat dalam kegiatan sosial, dakwah dan pendidikan.
  2. Peneliti membandingkan unsur – unsur persamaan dan perbedaan diantara kelompok masyarakat.
  3. Peneliti melakukan pemilahan ciri – ciri yang penting dari setiap kategori.
  4. Dari hasil penelitian ini peneliti memberikan sifat – sifat terhadap kategori – kategori yang utama berhubungan satu dengan lainnya.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi partisipasi, yakni pengamatan terlibat terhadap seluruh fenomena dan perilaku masyarakat yang bisa diamati. Peneliti melibatkan diri, berbaur dengan anggota masyarakat atau kelompok orang yang diteliti. Peneliti langsung menjadi alat pengumpul data, peneliti berusaha memahami perilaku masyarakat yang terlibat dalam aktifitas sosial, dakwah dan pendidikan secara empati, bahkan berprilaku sebagai anggota masyarakat pada umumnya.

Untuk melengkapi informasi, peneliti menerapkan teknik wawancara mendalam, dengan menggunakan bahasa dan peristilahan masyarakat setempat, berprilaku secara empati sambil turut merasakan apa yang mereka rasakan, sehingga realitas sosial sesuai konteks kebudayaan dapat diungkap secara akurat. Secara sosiologi antropologi, penelitian dilaksanakan berdasarkan field work. Peneliti mengejar data sebagai hunter secara grounded, untuk merekonstruksikan sistem sosial dalam wujud perilaku yang riil. Sesuai norma antropologis, maka pengumpulan data akan diprioritaskan kepada how it is, yakni bagaimana adanya atau apa adanya dilapangan penelitian”. (Vriden Bregt, 1974:89).

Untuk memahami fenomena pada perilaku masyarakat, peneliti menggonakan model pendekatan holistik fenomenologis, dengan cara melihat gejala – gejala perilaku masyarakat secara menyeluruh (holis) dan dinamis. Pendekatan fenomenologis adalah model pendekatan sosiologi/antropologi yang pernah dikembangkan oleh Alfred Schutz (1899 – 1959) bahwa “sosiologi fenomenologis memiliki kemampuan tertentu untuk memperjelas dan memahami makna suatu tindakan, atau makna dibalik suatu peristiwa melalui interaksi simbolik”.

Bahkan dalam interaksi sosial ada makna, norma serta nilai yang dapat dikonstruksikan serta digali secara mendalam melalui observasi partisipasi, sebagaimana dijelaskan Wiseman dan Aron (1970:27 – 37)
Traditionally, participan observation requirs access to a group of community over a long time period”.
Dalam waktu yang cukup lama, peneliti hidup bersama, berperilaku dan merasakan seperti layaknya anggota masyarakat yang menjadi obyek penelitian.

Peneliti dengan teori yang sudah disipakan walaupun tidak baku, berusaha melakukan observasi menggunakan alat pengumpul data yang dominan dalam penelitian kualitatif. Seperti pengalaman etnografis para peneliti lapangan yang dijelaskan Koentjaranigrat (1982: 160) mengungkapkan pengalaman Radcliffe Brown diantara penduduk Negrito dari kepulauan Andaman disebelah utara pulau Sumatera. Melalui integrasi struktural fungsional ia dapat menjelaskan tentang “Konsep kebudayaan yang berkaitan erat dengan upacara keagamaan, keyakinan keagamaan dan mitologi atau dongen – dongen suci”.

Penelitian lapangan secara kualitatif etnografi, barangkali juga tidak jauh berbeda dengan pengalaman penelitian lapangan Malinowski yang dilaksanakan dikalangan masyarakat Trobriand disebelah tenggara Papua Nugini. Penelitian menghasilkan konsep teori tentang fungsi sosial masyarakat yang berpengaruh terhadap perkembangan kebudayaan. Dengan teknik observasi mendalam, pendekatan etnografi diharapkan mampu menerangkan latar belakang dan fungsi adat istiadat, tingkah laku manusia dan pranata – pranata sosial yang berlaku dikalangan masyarakat. Melalui observasi dan wawancara mendalam peneliti juga bisa memahami makna tingkah laku masyarakat. Dalam aktifitas sosial misalnya, peneliti bisa berhadapan secara empati dengan kelompok masyarakat miskin, masyarakat marginal. Dalam aktivitas dakwah, peneliti bisa berkomunikasi dengan para juru dakwah, masyarakat mad’u, serta problema dakwah yang dihadapi. Dalam kegiatan pendidikan, peneliti bisa mengamati perilaku guru selaku pendidik atau para siswa sebagai peserta didik.

Craib (1994: 136) menegaskan bahwa “paradigma fenomenologis menggunakan konsep kebersamaan yang bersifat simbolis untuk memahami tindakan seseorang”. Dalam hal ini, pendekatan fenomenologis bertujuan untuk menemukan unsur – unsur kehidupan sosial, dengan cara merefleksikan pengalaman sosial, berdasarkan pada kesadaran diri yang beritneraksi dengan orang lain. “Dengan metode ini penelitian dilakukan secara sadar untuk meninggalkan segala prasangka mengenai keadaan masyarakat atau realitas sosial”. (Campbell, 1981: 234).

Model pendekatan holistik diterapkan oleh peneliti identik dengan pendekatan sistem, dimana komponen perilaku yang mendukung terlaksananya aktifitas sosial, dakwah dan pendidikan, hakekatnya merupakan sub-sistem sub-sistem yang terkait dalam suatu sistem budaya. Turner (1979: 71) mejelaskan bahwa “konsep sistem sosial sebagai refleksi kebudayaan, sebenarnya merupakan kelanjutan pemikiran Talcott Parsons, dengan teori tindakan sosialnya dalam ”The Structure of Social Action”. Sistem kebudayaan diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol yang diciptakan dan digunakan oleh manusia. Sistem sosial diwujudkan dalam bentuk hubungan masyarakat yang tercipta dari adanya interaksi antar individu manusia. Dalam kehidupan sosial, dakwah dan pendidikan, semua sub-sistem masyakarat saling terkait secara struktural. Ketertarikan antar sistem dalam aktifitas sosial mempunyai fingsi yang sangat penting bagi terciptanya keseimbangan dalam kehidupan masyarakat, sebagaimana juga dikembangkan dalam teori fungsional struktural Radcliffe Brown, yang diungkapkan oleh Spreadly (1971: 7) “American anthropological tradition, restricting its reference to transmitted and created content patterns of values, ideas and other symbolic meaning-ful system as factor in the shaping of human behavior

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Konsep dan Jenis Penelitian Kualitatif"

Post a Comment