Cara Membuat Rumusan Masalah Yang Benar

Cara Membuat Rumusan Masalah Yang Benar. - Untuk menemukan dan menetapkan masalah yang baik, ada beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan : Pertama, apakah masalah itu berguna untuk dipecahkan? Kedua, apakah masalah itu bisa diteliti (researchable)? Ketiga, apakah ada kemampuan yang dimiliki peneliti untuk memecahkan masalah itu, Karena masalah yang baik harus berada dalam daya jangkau disiplin ilmu seorang peneliti. Keempat, apakah masalah itu menarik untuk diteliti dalam rangka memecahkan masalah yang telah ditemukan? Kelima, apakah masalah itu bisa memberikan sesuatu yang baru bagi ilmu pengetahuan, jika diteliti. Keenam, apakah masalah itu terbatas sehingga jelas.


Berdasarkan masalah yang telah ditemukan, peneliti menetapkan langkah-langkah berikurnya dengan merumuskan masalah dalam bentuk prtanyaan penelitian yang lebih spesifik dan bersifat operasional. Sebelum dirumuskan, peneliti bisa juga mengidentifikasi masalahnya terlebih dahulu dengan cara mengungkapkan hal-hal yang sangat spesifik berkaitan dengan variabel permasalahan penelitaian. Kemudian menyebutkan rincian masalah (pointers) secara singkat dan jelas dalam bentuk pernyataan. Identifikasi dilanjutkan dengan menginventarisasi hal-hal yang mungkin menjadi ganjalan dalam pikiran, sehingga merangsang atau mendorong peneliti untuk memecahkan masalah yang menjadi fokus penelitian. Baru kemudian mengarahkan atau mengkerucutkan konsep-konsep pemikiran kearah kristalisasi masalah, sehingga bisa membatasi ruang lingkup penelitian. 

Baca juga : Pengertian Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Secara Akademik
 
Masalah yang sudah diidentifikasi kemudian dirumuskan dalam bentuk pointers pertanyaan yang relevan. Merumuskan masalah berarti menyusun daftar pertanyaan penelitian, sebagai pengantar kerangka berfikir secara sistematis dalam proses penelitian. Karna hakikat penelitian adalah mencari jawaban dari pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan, untuk memecahkan masalah yang telah dipilih atau ditetapkan oleh peneliti sendiri. Rumusan masalah hakikatnya merupakan pedoman yang akan menuntun seorang peneliti untuk menemukan jawaban di lapangan, sehingga bisa membantu peneliti menyusun laporan sesuai pertanyaan yang telah dirumuskan. Jack Frinkel dan Norman Wallen menjelaskan syarat rumusan masalah yang baik (1) harus feasible, yaitu memungkinkan untuk diteliti; (2) harus clear, artinya rumusan harus bisa diungkap dengan bahasa yang jelas dan sederhana, sehingga mudah difahami maknanya; (3) harus significant, maksudnya rumusan masalah harus dapat mengungkapkan pertanyaan yang jawabannya berguna dan berarti bagi kepentingan ilmu pengetahuan; (4) harus etihic, artinya rumusan masalah harus dapat dipecahkan, tanpa harus merusak atau membahayakan citra orang lain. 

Dengan kalimat lain, rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan penelitian harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikur :
  • Rumusan masalah harus diungkap dengan bahasa yag singkat, jelas dan bermakna. Masalah perlu dirumuskan dengan kalimat yang mudah dimengerti, tidak berbelit-belit sehingga menimbulkan penafsiran ganda.
  • Rumusan masalah diwujudkan dalam bentuk kalimat tanya. Seperti dinyatakan oleh Karlinger (1986;16) bahwa masalah akan lebih tepat apabila dirumuskan dalam bentuk kalimat pertanyaan, sehingga peneliti dipandu untuk menemukan jawabannya melalui penelitian.
  • Rumusan masalah harus jelas dan kongkrit, sehingga memungkinkan peneliti secara explisit dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan apa yang akan diteliti, siapa yang akan diselidiki, mengapa harus diteliti, bagaimana menelitinya.
  • Masalah harus dirumuskan secara operasional, sehingga memungkinkan peneliti memahami variabel-variabel yang mudah diukur.
  • Rumusan masalah harus mampu memberikan pedoman dan petunjuk bagi pelaksanaan pengumpulan data di lapangan, sehingga dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan.
  • Rumusan masalah harus dibatasi, guna membantu penarikan simpulan yang tegas. Itu sebabnya rumusan masalah sesungguhnya juga berfungsi membatasi masalah penelitian, sehingga jelas fokusnya.
Jika masalah sudah ditemukan berdasarkan hasil pengamatan yang cermat terhadap fenomena di lapangan atau pemikiran seseorang, maka langkah berikutnya seorang peneliti bisa merumuskan masalahnya, dengan terlebih dahulu mengidentifikasi masalah yang dimaksud.

Di bawah ini ada contoh sederhana yang bisa dijadikan bahan analogi, ketika seorang peneliti pendidikan hendak mengidentifikasi kemungkinan sudah siap atau belum para guru di suatu sekolah, dalam menghadapi perubahan kurikulum. Kurikulum 2004 yang dikenal dengan istilah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), belum sempat diuji, dievaluasi serta belum dioptimalkan penerapannya, sekarang sudah harus dilakukan perubahan menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang mulai diterapkan pada tahun 2006. Masalahnya sejauh mana kesiapan guru di suatu sekolah dalam menghadapi perubahan kurikulum yang begitu cepat.

Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, perlu disampaikan identifikasi masalahnya sebagai berikut:
  1. Masih banyak guru yang kurang memiliki standar kompetensi.
  2. Kesiapan dalam pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan dipengaruhi oleh kompetensi guru.
  3. Banyak guru yang belum mengetahhui dan memahami isi kurikulum tingkat satuan pendidikan.
  4. Banyak guru yang belum menjabarkan isi kurikulum ke dalam perangkat pembelajaran.
  5. Masih kurangnnya kemampuan guru dalam mengembangkan silabus, membuat rencana proses pembelajaran, menggunakan media dan melaksanakan evaluasi.
  6. Kesiapan guru banyak dipengaruhi oleh pengalaman, pendidikan dan motivasi kerja.
  7. Kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap perubahan kurikulum sehingga sosialisasi terhadap KTSP belum dilaksanakan secara optimal.
Penelitian dalam rangka menemukan hakikat kebenaran dan ilmu pengetahuan, dapat ditempuh melalui berbagai model. Dalam bahasa populer sering disebut paradigma, pola atau perspektif. Sebagai suatu paradigma, penelitian memungkinkan dilakukan dalam berbagai bentuk, model atau pola, tergantung pada masalah dan metode penelitian yang digunakan. Pada garis besarnya, paradigma penelitian secara dikotomi dapat dilakukan dengan model penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Masing – masing cara pandang penelitian ini mempunyai karakteristik tersendiri, dan akan berpengaruh terhadap tehnik pengumpulan data dan analisa. Penelitian kualitatif lebih didominasi oleh teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan observasi partisipasi, di mana peneliti sendiri sebagai instrumen penelitiannya. Analisi terhadap hasil penelitian lebih banyak dilakukan menggunakan analisis logik, berupa uraian dan narasi kalimat yang rasional, kritis dan sistematis. Sedangkan penelitian kuantitatif lebih didominasi oleh tehnik pengumpulan data secara penyebaran angket atau pengguna questionnaire, yang telah disiapkan kerangka daftar pertanyaan untuk kemudian dianalisis menggunakan statistik.

Baca juga : Sejarah Perkembangan Penelitian Kualitatif

Untuk melihat model penelitian kualitatif, sehingga jelas perbedaannya dengan model penelitian kuantitatif, Strauss (1990: 17-18) menggambarkan pengertian penelitian kualitatif sebagai berikut:
By the term qualitative reasearch we mean any kind of research that produces findings not arrived at by means of statistical procedures or other means of quantification. It can refer to research abaout persons’ lives, stories, behavior, but also abaout organizational function, social movements, or interactional reletionship. Some of the data may be quantified as with census data but the analysis itself is a qualitative one. Actually, the term qualitative research is confusing because it can mean different people. Some researchers gather data by means of interview and observation – techniques normally associated with qualitative methods.

Meskipun demikian, dalam kasus tertentu bisa terjadi penggunaan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif secara kombinasi, seperti diungkap Strauss lebih lanjut “Can I combine qualitative and quantitative methods? The answer is yes. The two types of methods can be used effectively in the same research project (Strauss, Bucher, Enrlich, Schatzman &Sabshin, 1964).

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Cara Membuat Rumusan Masalah Yang Benar"

Post a Comment